Selasa, 25 Juni 2013

Laporan penelitian Respon Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Oyong (Luffa acutangula) terhadap Pemberian Pupuk Organik Granul pada Lahan Rawa Lebak.



PENDAHULUAN
Latar Belakang
Oyong (Luffa acutangula) atau ridged gourd, disebut juga gambas, emes atau kimput (Sunda) dan timput (Palembang). Tanaman ini termasuk dalam famili Cucurbitaceae, berasal dari India, namun telah beradaptasi dengan baik di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Oyong (Luffa acutangula) termasuk golongan sayuran buah seperti semangka, mentimun, terong, dan  labu siam, tanaman ini merupakan sayuran yang rasanya enak dan dingin. Buahnya dapat dibuat sayur lodeh , oseng-oseng, sop, sayur bening, dikukus dan dilalap, sedangkan daunnya yang masih muda juga dapat dibuat sayur (Soedijanto dan Warsito, 1978).
Menurut Sunarjono (2009), kelebihan oyong (Luffa acutangula) dibandingkan tanaman sejenis lainnya yaitu tanaman ini dapat di budidayakan di dataran rendah maupun dataran tinggi. Pertumbuhannya pun mudah, tidak harus memerlukan perawatan yang khusus, hanya memerlukan turus/ajir sebagai media rambatannya karena oyong adalah tipe tanaman yang batangnya merambat, namun oyong dapat juga dirambatkan pada pagar-pagar atau pohon-pohon yang ada di sekitarnya dan umur panen tanaman oyong  juga tergolong cukup cepat (Lembaga Biologi Nasional, 2007).
Menurut Soedijanto dan Warsito (1978), buah oyong dapat digunakan sebagai obat bagi penderita penyakit demam. Di dalam tubuh manusia, buah oyong mempunyai khasiat untuk membersihkan darah. Daunnya yang masih muda (pucuknya) pun dapat disayur, sementara buah oyong yang telah tua dan kering baik sekali untuk spons penggosok untuk mencuci. Buah oyong juga mengandung vitamin  A , B dan C yang bagus untuk sistem kekebalan tubuh (Sunarjono, 2009).
Data potensi tanaman oyong (Luffa acutangula) di Kabupaten Hulu Sungai Utara hingga saat ini masih belum ada.  Para petani di Kabupaten HSU umumnya menanam tanaman lain seperti padi, jagung, tomat, cabe, kacang tanah, terong, labu, dan lain-lain (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2010).
Menurut Sunarjono (2009), tanaman ini membutuhkan tanah yang cukup mengandung air, tetapi tidak tergenang atau becek. Tanaman ini dapat tumbuh baik pada tanah yang subur, gembur, serta mempunyai pH tanah antara 6-7.  
Kendala utama untuk budidaya tanaman oyong (Luffa acutangula) pada lahan rawa lebak selama ini adalah genangan air dan kadang-kadang datangnya air secara tiba-tiba. Tanah rawa lebak juga dikenal memiliki sifat dan watak tanah sulfat masam yang mempengaruhi pada sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Lahan rawa lebak hampir merata terdapat di wilayah Kalimantan Selatan, begitu juga dengan Hulu Sungai Utara yang merupakan salah satu kabupatennya. Potensi lahan rawa lebak di Kabupeten Hulu Sungai Utara terbilang cukup luas, dari 37.498 ha luas potensial baru 24.182 ha yang telah dimanfaatkan untuk budidaya pertanian khususnya padi. Lahan rawa lebak di Kabupaten Hulu Sungai Utara merupakan lahan yang kondisi airnya dipengaruhi oleh air hujan, baik yang turun di daerah setempat maupun di daerah hulunya (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2010).
Lahan rawa lebak adalah wilayah daratan yang mempunyai genangan hampir  sepanjang  tahun, minimal selama tiga bulan dengan genangan minimal 50 cm. Hal yang menjadi permasalahan pada lahan rawa lebak adalah sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang kurang baik dan menguntungkan untuk tanaman sayur          (Noor, 2004).         
Sifat fisik berpengaruh pada warna tanah, kematangan tanah, dan permeabilitas tanah (sifat tekstur, struktur dan konsistensi tanah).  Sifat kimia tanah akan berpengaruh pada kemasaman tanah (pH), salinitas (kegaraman), dan ketersediaan hara.  Sedangkan sifat biologi tanah berpengaruh pada bakteri perombak bahan organik, bakteri pereduksi sulfat dan besi serta bakteri pengoksidasi besi dan pirit (Noor, 2004).
Sifat biologi tanah, tanah dihuni oleh bermacam-macam mikroorganisme. Jumlah setiap mikroorganisme sangat bervariasi, ada yang terdiri dari beberapa individu, akan tetapi jumlahnya ada yang mencapai jutaan per gram tanah. Mikroorganisme tanah itulah yang bertanggung jawab atas pelapukan bahan organik dan pendauran unsur hara. Dengan demikian mereka mempunyai pengaruh terhadap sifat fisik dan kimia tanah (Annas, 1989).
Berdasarkan hasil analisis Laboratorium Kimia, Fisika dan Biologi Tanah Fakultas Pertanian UNLAM (2012), lahan rawa lebak  di tempat penelitian  yang akan digunakan sebagai lahan penelitian mengandung pH yang agak masam yaitu 5,59. N yang rendah 0,16%. P yang cukup tinggi 54,81 PPM dan K yang rendah yaitu 10,86 PPM, kandungan lahan rawa lebak di tempat penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5.
Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan  sisa-sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk organik mengandung banyak bahan organik, sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian (Haryono, 2011)
Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian, diantaranya yaitu mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik granul dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan.  peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisika, kimia biologi tanah serta lingkungan. Bahan organik juga berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman.  Penambahan bahan organik di samping sebagai sumber hara bagi tanaman, juga sebagai sumber energi dan hara bagi mikroba          (Haryono, 2011).
Pupuk organik granul mengandung asam humik dan asam fulvat. Menurut Halim (2008), asam humik dan asam fulvat yang terdapat pada POG memiliki peranan seperti hormon yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman dan dapat pula meningkatkan nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah artinya tanaman akan lebih mudah menyerap unsur hara.
Menurut Isroi (2009), manfaat pupuk organik granul juga sangat bagus dan menguntungkan seperti dapat memperbaiki struktur tanah menjadi lebih gembur, sehingga memudahkan akar tanaman menembus dalam tanah, dapat membantu penyediaan hara bagi tanaman secara teratur dan seimbang.
Untuk meningkatkan produksi oyong di lahan rawa lebak yang mempunyai  karakter tanah ber pH  rendah dan kurang subur  maka perlu dilakukan pemberian pupuk untuk memenuhi  ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Simatupang, et. all, (2005), mengenai tanggap hasil varietas mentimun terhadap pemakaian pupuk organik di lahan lebak, pengelolaan bahan organik sebanyak 2,5 ton/ha menunjukkan beda nyata terhadap hasil varietas yang ditanam. Varietas Hercules dapat memberikan hasil tertinggi yakni 29,99 ton/ha selanjutnya diikuti oleh varietas Panda dan Hijau Roket masing-masing 18,56 dan 9,43 ton/ha.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai respon pertumbuhan dan hasil tanaman oyong (Luffa acutangula)  terhadap pemberian pupuk organik granul pada lahan rawa lebak.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang diteliti adalah :
1.      Bagaimana respon pertumbuhan dan hasil tanaman oyong (Luffa acutangula) terhadap pemberian pupuk organik granul pada lahan rawa lebak ?
2.      Berapakah dosis pupuk organik granul terbaik yang memberikan respon terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman oyong (Luffa acutangula) pada lahan rawa lebak ?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1.      Mengetahui respon pertumbuhan dan hasil  tanaman oyong (Luffa acutangula) terhadap pemberian pupuk organik granul pada lahan rawa lebak.
2.      Mendapatkan dosis pupuk organik granul terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman oyong (Luffa acutangula) pada lahan rawa lebak.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah :
1.      Terdapat respon pertumbuhan dan hasil tanaman oyong  (Luffa acutangula)  terhadap pemberian pupuk organik granul pada lahan rawa lebak.
2.      Terdapat dosis terbaik dari pupuk organik granul yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman oyong (Luffa acutangula) pada lahan rawa lebak.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi di kalangan akademik, pihak terkait dan masyarakat khususnya agar dapat memanfaatkan pupuk organik granul untuk budidaya tanaman oyong skala kecil maupun besar.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Dan Morfologi Tanaman Oyong (Luffa acutangula)
Oyong (Luffa acutangula) atau ridged gourd, disebut juga gambas, emes atau kimput (Sunda) dan timput (Palembang). Oyong (Luffa acutangula) adalah salah satu tanaman berbulu dan merambat yang mempunyai buah bulat panjang yang berbentuk  belimbing dengan panjang 15-30 cm dan diameter 2-4 cm serta mempunyai rusuk-rusuk yang jelas kelihatan dan mengecil makin ke pangkalnya, sehingga penampang melintangnya seperti roda-roda yang bergerigi (Lembaga Biologi Nasional, 2007).
Klasifikasi tanaman :
Kingdom         : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi    : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi               : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas               : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas        : Dilleniidae
Ordo                : Violales
Famili              : Cucurbitaceae (suku labu-labuan)
Genus              : Luffa
Spesies            : Luffa acutangula
Oyong (Luffa acutangula) berasal dari India, namun telah beradaptasi dengan baik di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Tanaman ini termasuk golongan sayuran buah atau termasuk dalam famili Cucurbitaceae seperti semangka, ketimun, terong, dan  labu, tanaman ini merupakan sayuran yang rasanya enak dan dingin, buahnya dapat dibuat sayur lodeh, oseng-oseng, sop, sayur bening, dikukus dan dilalap, daunnya digunakan untuk lalab dan dapat digunakan untuk obat bagi penderita demam (Soedijanto dan Warsito 1978).
Menurut Sunarjono (2009), Oyong (Luffa acutangula) merupakan tananaman merambat dengan alat pemegang yang berbentuk pilin batangnya panjang dan umumnya daunnya lebar berlekuk menjari dengan bulu halus, tanaman ini mempunyai daun beraroma segar dan berakar samping yang kuat dan agak dalam, saat muda buahnya berwarna hijau dan tidak banyak mengandung air, setelah tua buahnya berwarna kuning keputih-putihan atau abu-abu.
Syarat Tumbuh Tanaman Oyong (Luffa acutangula)
Iklim
Tanaman ini cocok pada iklim kering, dengan ketersediaan air yang cukup sepanjang musim, lingkungan tumbuh yang ideal bagi tanaman oyong adalah di daerah yang bersuhu 18-240C, dan kelembaban 50-60%. Oyong termasuk tanaman  sayuran yang tidak tahan terhadap hujan semasa pertumbuhannya, sehingga umumnya petani menanam oyong pada musim kemarau atau pada awal musim kemarau, biasanya pada bulan Maret - April. Apabila terlalu banyak turun hujan, maka buahnya akan banyak menjadi rusak (Soedijanto dan Warsito 1978).
Media Tanam
Menurut Sunarjono (2009), tanaman oyong (Luffa acutangula)  merupakan tanaman sayuran yang dapat ditanam di dataran  rendah maupun dataran tinggi (pegunungan). Tanaman ini termasuk tanaman memanjat/merambat. Tanaman oyong toleran terhadap berbagai jenis tanah, hampir semua jenis tanah bisa untuk ditanami oyong. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, tanaman ini membutuhkan tanah yang subur, beraerasi dan berdrainase baik, serta mempunyai pH 6,5. Jarak lubang tanam 60 cm (Soedijanto dan Warsito, 1978).
Hama dan Penyakit
Hama        
Hama yang dapat menyerang pada tanaman oyong ialah cacantal (seperti ulat), gejalanya daun menjadi korokan. Chrysomelidae (Aula copora), gejalanya menyebabkan daun dan buah berlubang. Liriomyza sp, gejalanya menyebabkan korokan pada daun. Ulat(Pyrallidae), gejalanya daun menjadi trasnparan. Thrips, gejalanya banyak terdapat di permukaan bawah daun sehingga daun menjadi kering (Adnyani, 2010).
Menurut Sutrisno (2010), hama yang dapat menyerang tanaman oyong diantaranya adalah kumbang daun, ulat grayak, ulat tanah dan lalat buah. Pengendalian hama tersebut dilakukan tergantung pada hama yang menyerang. Bila harus menggunakan pestisida, gunakan pestisida yang relatif aman sesuai rekomendasi dan penggunaan pestisida hendaknya tepat dalam pemilihan jenis, dosis, volume semprot, waktu aplikasi, interval aplikasi serta cara aplikasinya.
Penyakit
Penyakit yang ditemukan pada tanaman oyong adalah menguningnya dan berlubangnya daun oyong. Munculnya bercak-bercak kuning pada daun oyong menandakan bahwa tanaman oyong terserang penyakit. Bercak tersebut lama-lama menyebabkan daun menguning dan menjadi kering dan akhirnya buah oyong bisa membusuk (Adnyani, 2010).
Menurut Sutrisno (2010), penyakit yang bias menyerang tanaman oyong adalah busuk daun, embun tepung, antraknos, layu bakteri dan virus mosaik. Pemberantasan hama dan penyakit pada tanaman oyong dapat dilakukan dengan membersihkan daerah di sekitar bedengan termasuk mencabuti rumput  liar atau gulma yang ada di sekitar tanaman serta menyemprotkan pestisida  yang relatif aman untuk membunuh hama yang dapat menjadi salah satu faktor perantara penyakit yang menyerang tanaman oyong (Adnyani, 2010).
Panen
Ciri dan Umur Panen
Panen dapat dilakukan setelah tanaman berumur 6-8 minggu, pungutan ini jangan sampai terlambat dilakukan, sebab buahnya akan menjadi banyak berserat  sehinga mempengaruhi rasa buah tersebut. panen ini dapat kita ulangi setiap 3 hari sekali. (Soedijanto dan Warsito 1978).
Lahan Rawa Lebak
Lahan rawa lebak merupakan lahan yang dipengaruhi oleh iklim tropika basah dengan curah hujan antara 2.000-3.000 mm per tahun. Bahan induk tanah rawa lebak umumnya berupa endapan alluvial sungai, endapan marin, atau gambut. Sifat fisik tanah dari lahan rawa lebak umumnya tergolong masih mentah, sebagian melumpur, kandungan lempung (clay) tinggi atau gambut tebal dengan berbagai taraf kematangan. Lapisan bawah sering berupa lapisan pirit (FeS2) yang berpotensi masam; atau pasir kuarsa yang miskin hara menjadikan sifat kimia dan biologi tanah pada lahan rawa lebak  tergolong sedang sampai sangat jelek (Farina, 2008).
Menurut Farina (2008), kesuburan tanah yang cenderung jelek ini juga disebabkan oleh hidrologi atau sistem tata air yang buruk. Ketersediaan sarana dan prasarana tata air yang belum memadai sehingga kinerja pengatusan (drainase), pelindian (leaching), dan penggelontoran (flushing) belum mampu mempercepat perkembangan tanah.
Sifat fisik lahan rawa lebak umumnya tergolong masih mentah, sebagian melumpur, kandungan lempung yang tinggi, atau gambut tebal dengan berbagai taraf kematangan dari mentah (fibrik) sampai matang (saprik). Lapisan bawah dapat berupa lapisan pirit (FeS2) yang berpotensi masam atau pasir kuarsa yang miskin unsur hara. Sifat kimia, kesuburan dan biologi tanah tergolong sedang sampai sangat jelek. Adapun sifat kimia lahan rawa lebak sangat tergantung pada jenis tanah. Umumnya kemasaman berkisar pada pH 3,5-4,0 untuk yang tergolong jenis tanah sulfat masam aktual (untuk ordoInceptisol), yaitu tanah yang telah terbuka dan mengalami perkembangan kematangan sampai matang, untuk tanah sulfat masam potensial (ordo entisol), yaitu tanah yang umumnya mentah, tereduksi dan pH 4,0 - 5,0 (Noor, 2007).
Sifat biologi tanah, tanah dihuni oleh bermacam-macam mikroorganisme. Jumlah tiap mikroorganisme sangat bervariasi, ada yang terdiri dari beberapa individu, akan tetapi jumlahnya ada yang mencapai jutaan per gram tanah. Mikroorganisme tanah itulah yang bertanggung jawab atas pelapukan bahan organik dan pendauran unsur hara, dengan demikian mereka mempunyai pengaruh terhadap sifat fisik dan kimia tanah (Annas, 1989).
Lahan rawa lebak hampir merata terdapat di wilayah Kalimantan Selatan, begitu juga dengan Hulu Sungai Utara yang merupakan salah satu kabupatennya. Potensi lahan rawa lebak di Kabupeten Hulu Sungai Utara terbilang cukup luas, dari 37.498 ha luas potensial baru 24.182 ha yang telah dimanfaatkan untuk budidaya pertanian khususnya padi. Lahan rawa lebak di Kabupaten Hulu Sungai Utara merupakan lahan yang kondisi airnya dipengaruhi oleh air hujan, baik yang turun di daerah setempat maupun di daerah hulunya. Berdasarkan genangan airnya lahan ini dibedakan dalam 3 zona hidrotopografi (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2004).
Zona lebak pematang yaitu lahan dengan genangan airnya relatif dangkal (<50 cm) potensi zona ini seluas 9.134 ha, yang telah dimanfaatkan seluas 5.949 ha. Zona lebak tengahan yaitu lahan dengan gengangan air relatif dalam (50-100 cm) potensi zona ini seluas 15.377 ha, yang telah dimanfaatkan seluas 13.462 ha. Zona lebak dalam yaitu lahan dengan genangan airnya relatif sangat dalam (> 100 cm) dengan potensi lahan 12.987 ha, dan yang telah dimanfaatkan seluas 4.771 ha (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2004).
Pupuk Organik Granul
Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan  sisa -sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk organik mengandung banyak bahan organik, yang pada umumnya sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian (Haryono, 2011)
Bahan organik merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Beberapa mikroorganisme yang beperan dalam dekomposisi bahan organik adalah fungi, bakteri dan aktinomisetes. Di samping mikroorganisme tanah, fauna tanah juga berperan dalam dekomposisi bahan organik antara lain yang tergolong dalam protozoa, nematoda,  Collembola, dan cacing tanah. Fauna tanah ini berperan dalam proses mineralisasi atau pelepasan hara, bahkan ikut bertanggung jawab terhadap pemeliharaan struktur tanah (Tian, et. al., 1997 dalam Atmojo, 2003).
Pupuk organik granul mengandung unsur hara makro dan mikro diperkaya dengan mikroorgnisme menguntungkan yang dapat menekan bakteri yang merugikan, mempercepat proses penyuburan tanah, memperbaiki tingkat pertukaran kation dalam tanah, sehingga memudahkan unsur-unsur hara terserap oleh akar tanaman. Manfaat dari pupuk organik granul adalah untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah yang banyak memiliki peranan penting di dalam tanah.  Bahan organik tanah menjadi salah satu indikator kesehatan tanah karena memiliki beberapa peranan kunci di tanah. Peranan-peranan kunci bahan organik tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, dalam fungsi biologi yaitu menyediakan makanan dan tempat hidup (habitat) untuk organisme (termasuk mikroba) tanah, menyediakan energi untuk proses-proses biologi tanah,  memberikan kontribusi pada daya pulih (resiliansi) tanah . Dalam fungsi kimia yaitu merupakan ukuran kapasitas retensi hara tanah, penting untuk daya pulih tanah akibat perubahan pH tanah dan menyimpan cadangan hara penting, khususnya N dan K. Dalam fungsi fisika yaitu  mengikat partikel-partikel tanah menjadi lebih remah untuk meningkatkan stabilitas struktur tanah, meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air dan perubahahan moderate terhadap suhu tanah. Fungsi-fungsi bahan organik tanah  ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya.  Sebagai salah satu contoh bahan organik tanah menyediakan nutrisi untuk aktivitas mikroba yang juga dapat meningkatkan dekomposisi bahan organik, meningkatkan stabilitas agregat tanah, dan meningkatkan daya pulih tanah (Isroi, 2009)
Menurut Garsoni (2010), manfaat dari pupuk organik granul adalah untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah.  Bahan organik tanah menjadi salah satu indikator kesehatan tanah karena memiliki beberapa peranan kunci di tanah.  Peranan-peranan kunci pupuk organik granul praktis dapat diaplikasikan sebagai pupuk dasar dan dapat dipakai sebagai pupuk dasar dan atau pupuk susulan. Dosis pemakaian untuk tanaman pangan (padi, kedelai, jagung, kacang tanah, padi huma dan sejenisnya) : 1-2 t.haˉ¹ diberikan sebelum tanam (setelah pengolahan tanah) dengan cara ditabur. Pemberian granul pada tanaman pangan dapat juga ditaburkan pada usia padi 20–25 hari, untuk tanaman hortikultura (sayuran, cabe, kentang, kubis dan sejenisnya) 2–4 t.haˉ¹, diberikan pada sebelum atau saat tanam dengan pembuatan larikan atau di sekitar tanaman dan untuk tanaman perkebunan: 2,5-5 kg/pohon, diberikan di sekitar perakaran dengan cara membuat parit melingkar.
Pupuk organik granul secara aplikasinya termasuk dalam jenis pupuk akar, artinya pemberian pupuk umumnya dibenamkan ke dalam tanah dekat dengan akar tanaman agar unsur hara yanga ada di dalam pupuk dapat diserap setelah pupuk mengurai  menjadi ion-ion yang dibutuhkan tanaman, pada penelitian ini perlakuan pupuk oranik granul diberikan 28 hari sebelum dilakukan penanaman, karena pupuk organik granul sama seperti bahan organik lainnya yang ditambahkan ke dalam tanah, sebelum tanaman dapat menyerap hara dari pupuk organik, pupuk harus terlebih dahulu terdekomposisi sempurna sehingga ion-ion yang dibutuhkan tanaman sudah dalam bentuk tersedia dan dapat diserap oleh tanaman, sehingga pemberian pupuk sebaiknya diberikan sebelum dilakukan penanaman.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurhidayah (2011), membudidayakan tanaman mentimun pada lahan gambut dengan dosis pupuk organik granul sebanyak 5 t.haˉ¹ memberikan pengaruh sangat nyata pada variabel pengamatan masa vegetatif yaitu tinggi tanaman pada umur 14, 21 dan 28 hari setelah tanam, serta berpengaruh sangat nyata pada pengamatan masa generatif yaitu pada jumlah buah per tanaman, panjang buah per tanaman dan berat buah per tanaman.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Husna (2011), perlakuan pupuk organik granul terbaik pada tanaman buncis pada lahan rawa lebak yakni pada dosis  20 ton.haˉ¹, didapati bahwa pemberian dosis pupuk organik granul sebanyak 20  ton.haˉ¹ terhadap tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.) pada lahan rawa lebak merupakan dosis terbaik pada variabel pengamatan tinggi tanaman, jumlah cabang produktif,  jumlah polong per tanaman, bobot basah polong per tanaman dan panjang polong per tanaman, pada penelitian ini tidak menggunakan pupuk kimia sebagai tambahan atau perlakuan pupuk organik granul bukan sebagai subtitusi bersama pupuk kimia.
Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman
Pertumbuhan adalah peristiwa perubahan biologi yang terjadi pada makhluk hidup berupa pertambahan ukuran (volume, massa dan tinggi) yang bersifat tidak kembali ke asal, dapat diukur serta dinyatakan secara kuantitatif. Auksanometer adalah suatu alat untuk mengukur pertumbuhan memanjang suatu tanaman, yang terdiri atas sistem kontrol yang dilengkapi jarum penunjuk pada busur skala atau jarum yang menggaris pada silinder pemutar (Yunita, 2011).
Perkembangan adalah proses menuju tercapainya kedewasaan atau tingkat yang lebih sempurna (kompleks). Peristiwa diferensiasi menghasilkan perbedaan yang tampak pada struktur dan fungsi masing-masing organ, sehingga perubahan yang terjadi pada organisme tersebut semakin kompleks, proses perkembangan ini berlangsung secara kualitatif (Yunita, 2011).
Tahap awal pertumbuhan mula-mula biji melakukan imbibisi atau penyerapan air sampai ukuran bijinya bertambah dan menjadi lunak. Saat air masuk ke dalam biji, enzim-enzim mulai aktif sehingga menghasilkan berbagai reaksi kimia. Kerja enzim ini antara lain, mengaktifkan metabolisme di dalam biji dengan mensintesis cadangan makanan sebagai persediaan cadangan makanan pada saat perkecambahan berlangsung. Perkecambahan terjadi karena pertumbuhan radikula (calon akar) dan pertumbuhan plumula (calon batang). Faktor yang memengaruhi perkecambahan adalah air, kelembapan, oksigen, dan suhu. Perkecambahan biji ada dua macam, yaitu tipe perkecambahan di atas tanah (Epigeal), dan tipe perkecambahan di bawah tanah (hipogeal). Tipe perkecambahan di atas tanah (Epigeal) hipokotil memanjang sehingga plumula dan kotiledon ke permukaan tanah dan kotiledon melakukan fotosintesis selama daun belum terbentuk. Contoh: perkecambahan kacang hijau. Tipe perkecambahan di bawah tanah (hipogeal), epikotil memanjang sehingga plumula keluar menembus kulit biji dan muncul di atas permukaan tanah, sedangkan kotiledon tertinggal dalam tanah. Contoh: perkecambahan pada kacang kapri (Yunita, 2011).
Menurut Yunita (2011), faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan diantaranya adalah faktor genetik, setiap jenis tumbuhan membawa gen untuk sifat-sifat tertentu, seperti berbatang tinggi atau berbatang rendah. Tumbuhan yang mengandung gen yang baik dan didukung lingkungan yang sesuai akan memperlihatkan pertumbuhan yang baik pula. Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan, yaitu hormon. Hormon tumbuhan ditemukan oleh F. W. Went pada tahun 1928. Hormon berasal dari bahasa Yunani hormalin yang berarti penggiat. Hormon tumbuhan disebut  fitohormon, yaitu: Auksin atau AIA (Asam Indol Asetat), gibberellin, sitokinin, gas Etilen, asam absisat (ABA), kalin, asam traumalin. Faktor Eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan adalah faktor lingkungan, misalnya nutrisi, air, cahaya, suhu, dan kelembapan.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasar Senin, Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, pada bulan April 2012 sampai bulan Juni 2012.
Bahan dan Alat
Bahan
Benih oyong. Benih yang digunakan adalah Varietas Hanoman F1
Media tanam. Tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah lahan  rawa lebak yang terdapat di Desa Pasar Senin, Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Pupuk. Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk organik granul cap kuda laut.
Turus/ajir. Digunakan untuk media rambatan tanaman, dipakai dari kayu lurus dengan panjang 2,5 m.
Air. Digunakan untuk menyiram tanaman.
Alat
Alat Pengolah Tanah.  Alat yang digunakan untuk mengolah tanah adalah cangkul, sekop dan parang.
   Meteran, Digunakan untuk mengukur tinggi batang tanaman oyong.
Timbangan. Digunakan untuk menimbang pupuk dan mengukur bobot basah  buah oyong setelah pemanenan.
Jangka Sorong. Digunakan untuk mengukur diameter batang oyong.
   Gembor. Digunakan untuk menyiram tanaman.
Alat tulis. Digunakan untuk mencatat secara tertulis kondisi yang ditunjukkan oleh tanaman, termasuk untuk mencatat hasil-hasil dari variabel pengamatan dalam penelitian.
   Tali rapia. Digunakan untuk mengikat ujung turus/ajir.
Gunting. Digunakan untuk memotong tali rapia dan memotong buah oyong saat panen.
Alat dokumentasi. Digunakan untuk dokumentasi kegiatan penelitian.
Rancangan Percobaan
            Penelitian ini disusun dan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Pengelompokan dilakukan berdasarkan distribusi sinar matahari. Faktor yang diteliti adalah dosis pupuk organik granul sebanyak 5 taraf, yaitu :
g0 =  0 ton.haˉ¹ setara dengan 0 ton = 0 kg/petak
g1 = 10 ton.haˉ¹ setara dengan 0,001 ton = 1 kg/petak
g2 = 20 ton.haˉ¹ setara dengan 0,002 ton = 2 kg/petak
g3 = 30 ton.haˉ¹ setara dengan 0,003 ton = 3 kg/petak
g4 = 40 ton.haˉ¹ setara dengan 0,004 ton = 4 kg/petak
            Perlakuan dosis pupuk organik granul ini diulang sebanyak 5 kali ulangan. Dengan demikian untuk keseluruhan percobaan sebanyak 25 petak percobaan dimana dalam satu petak terdiri dari 4 tanaman sampel.




Tabel 1. Kombinasi perlakuan pemberian pupuk organik granul.
Perlakuan
Ulangan
Kelompok
I
Kelompok
II
Kelompok III
Kelompok IV
Kelompok V
g0
g1
g2
g3
g4
g0. I
g1. I
g2. I
g3. I
g4. I
g0. II
g1. II
g2. II
g3. II
g4. II
g0. III
g1. III
g2. III
g3. III
g4. III
g0. IV
g1. IV
g2. IV
g3. IV
g4. IV
g0. V
g1. V
g2. V
g3. V
g4. V

Pelaksanaan Penelitian
Persiapan
Sebelum memulai penanaman terlebih dahulu dilakukan persiapan bahan dan alat-alat yang digunakan selama penelitian berlangsung, juga dilakukan pengukuran luas lahan dan penyesuaian tata letak bedengan terhadap arah penyinaran.
Pelaksanaan
Pengolahan tanah. Tanah dibersihkan dari  gulma ataupun tumbuhan yang mengganggu,  kemudian diolah dengan menggunakan cangkul serta peralatan lain yang dibutuhkan untuk membuat bedengan. Ukuran bedengan/petakan adalah panjang 1 m dan lebar 1 m dengan jarak antar petakan 50 cm dan 100 cm antar kelompok. Dalam penelitian ini bedengan terdiri dari 25 petak dan masing-masing petak terdiri dari 4 lubang tanam.
Pemupukan. Pemupukan bertujuan untuk meningkatkan kesuburan tanah dengan memberikan pupuk yang dijadikan perlakuan pada penelitian ini. Pupuk organik granul secara aplikasinya termasuk dalam jenis pupuk akar, artinya pemberian pupuk umumnya dibenamkan ke dalam tanah dekat dengan akar tanaman agar setelah  pupuk mengurai  menjadi ion-ion yang dibutuhkan tanaman proses absorsi akan berlangsung lebih baik, sebelum tanaman dapat menyerap hara dari pupuk organik, pupuk harus terlebih dahulu terdekomposisi sempurna sehingga ion-ion yang dibutuhkan sudah dalam bentuk tersedia. Pupuk diberikan 28 hari sebelum penanaman dilakukan, dengan mencampur rata pupuk di tiap bedengan/petakan sesuai dengan dosis perlakukan yang telah ditentukan.
Persiapan benih. Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih oyong varietas Hanoman F1.
Penanaman. Tanaman oyong tidak memerlukan persemaian karena termasuk tanaman yang sukar dipindahkan, sehingga benih oyong sebaiknya ditanam langsung pada bedengan yang sudah disiapkan sebelumnya dengan cara menanam benih oyong pada lubang tanam (lubang tugalan). Lubang tugalan atau lubang tanam dapat diisi 2 butir benih setelah itu lubang tanah ditutup dengan tanah.
Pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan meliputi penjarangan, penyulaman, pemasangan turus/ajir, penyiraman dan pengendalian terhadap gulma, hama dan penyakit. Penjarangan dilakukan 5 hari setelah tanam, penyulaman dilakukan pada benih tanaman yang tidak tumbuh atau terhadap bibit yang mati dengan cara mencabut tanaman yang mati untuk diganti dengan benih yang baru dari varietas yang sama dalam kurun waktu 7 hari setelah tanam. Perambatan batangnya harus selalu diatur agar batang tersebut tetap berada menjalar diatas rambatan/ajir dan buahnya menggantung tidak terkena tanah. Buah yang terkena tanah akan menjadi busuk.  Turus/ajir ini dibuat dari kayu lurus dengan ukuran panjang  2,5 m. Turus tersebut ditancapkan didekat tanaman namun jangan sampai mengenai atau merusak perakaran tanaman. Penyiangan gulma dilakukan dengan parang kecil dengan hati-hati agar tidak merusak tanaman oyong dan perakarannya, bisa juga mencabut rumput-rumput secara manual dengan tangan. Penyiraman dilakukan 2 kali yaitu pada pagi dan sore hari apabila tidak terjadi hujan dengan menggunakan alat penyiram/gembor.
Panen
Panen pertama dapat dilakukan setelah tanaman berumur 6-8 minggu. Pada saat proses pemanenan, alat yang digunakan adalah gunting yang tajam dan bersih. Sebelum melakukan pemanenan, kita harus mengetahui syarat-syarat yang harus dipenuhi sebuah tanaman oyong untuk bisa dipanen, diantaranya ukuran buah oyong tidak terlalu besar ataupun terlalu kecil dan buah masih berwarna hijau segar, belum berserat, dan buah mudah untuk dipatahkan. 
Pemanenan dilakukan dengan memotong  batang buah oyong menggunakan pisau yang tajam agar buah tidak patah. Pemotongan batang buah oyong harus hati-hati, karena buah oyong mudah patah.
Pengamatan
Panjang tanaman. Diukur  mulai dari pangkal sampai dengan ujung tertinggi tanaman, pada saat tanaman berumur 2, 3 dan 4 minggu, satuan pengukuran dinyatakan dalam cm.
Diameter batang. Dilakukan pada 2, 3, 4 minggu setelah tanam, diukur 5 cm dari pangkal batang menggunakan jangka sorong, dalam satuan cm.
Waktu berbunga. Dihitung saat pertama kali tanaman berbunga dari hari setelah tanam.
Jumlah buah per tanaman. Jumlah buah dapat diketahui dengan menghitung banyaknya buah pertanaman,dalam satuan buah.
Bobot basah buah per tanaman. Bobot basah buah tanaman dapat diketahui dengan menimbang berat buah oyong setelah dipanen, satuan berat dinyatakan dalam gram (g).
Analisis Data
Model linear aditif yang digunakan untuk menganalisa faktor yang diamati adalah
Yij = μ + αi + βj + ∑ij
Dimana :
i           =   1, 2, 3, 4 dan 5 (perlakuan pupuk organik granul)
j           =   1, 2, 3, 4 dan 5 (kelompok)
Yij       =   Hasil pengamatan satuan percobaan yang menerima perlakuan pupuk
                  organik granul ke-i dan kelompok ke-j.
μ          =   Nilai tengah umum
αi         =   Pengaruh dosis pupuk organik granul ke-i
βj         =   Pengaruh kelompok ke-j
∑ij       =   Tambahan galat pada perlakuan pupuk organik granul ke-ij
Tabel  2. Analisis ragam setiap peubah yang diamati
Sumber Keragaman
Db
(JK)
(KT)
F-hit
F tabel
5%
1%
Kelompok
4
JKK
JKK/dbK
KTK/KTE
3,01
4,77
Perlakuan
4
JKP
JKP/dbP
KTP/KTE
3,01
4,77
Galat
16
JKE
JKE/dbE



Total
24
JKT




           
            Setelah data terkumpul, maka terlebih dahulu dilakukan uji kehomogenan ragam Bartlett. Apabila data homogen untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan pemberian pupuk organik granul terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman oyong, maka dilakukan uji – F pada taraf nyata 5 %  dan 1 %. Apabila uji – F menunjukkan pengaruh nyata atau sangat nyata, pengujian dilanjutkan dengan Uji Beda Nilai Tengah perlakuan dengan menggunakan Uji DMRT pada taraf nyata 5 % (Langai, 2003).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Panjang Tanaman
             Data hasil pengukuran terhadap panjang tanaman oyong pada umur 14, 21 dan 28 hari setelah tanam (hst) serta hasil analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 7, 8 dan 9. Berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa dosis pupuk organik granul tidak memberikan respon terhadap panjang tanaman oyong umur 14, 21, dan 28 hst.  Rerata panjang tanaman umur 14, 21, dan 28 hst disajikan pada Tabel 3, sedangkan grafiknya dapat dilihat pada Gambar 1.
Tabel 3. Rerata panjang tanaman oyong umur 14, 21, dan 28 hst.
Perlakuan dosis pupuk organik granul
Rerata Panjang Tanaman (cm)
14 hst
21 hst
28 hst
g0
g1
g2
g3
g4
21,10
23,95
21,85
25,45
29,65
68,40
74,25
67,70
88,40
94,75
156,42
185,45
168
202,45
203,80

            Dari Tabel 3 terlihat bahwa hasil perlakuan dosis pupuk organik granul tidak berbeda nyata terhadap panjang tanaman oyong umur 14, 21, dan 28 hst.
Gambar 1. Grafik respon panjang tanaman oyong pada umur 14, 21, dan 28 hst terhadap pemberian pupuk organik granul.
            Dari Gambar 1  terlihat bahwa pada umur 14 hst, panjang tanaman oyong yang paling besar adalah pada perlakuan g4 yaitu 29,65 cm, umur 21 hst panjang tanaman yang paling besar adalah pada perlakuan g4 yaitu 94,75 cm, umur 28 hst panjang tanaman yang paling besar adalah pada perlakuan g4 yaitu 203,80 cm.
Diameter Batang
Data hasil pengukuran terhadap diameter batang tanaman oyong pada umur 14, 21 dan 28 hari setelah tanam (hst) serta hasil analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran  10, 11 dan 12.  Berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa dosis pupuk organik granul tidak memberikan respon terhadap diameter batang tanaman umur 14, 21, dan 28 hst.  Rerata diameter batang tanaman umur 14, 21, dan 28 hst disajikan pada Tabel 4, untuk grafik rerata diameter batang tanaman oyong dapat dilihat pada Gambar 2.
Tabel 4. Rerata diameter batang tanaman oyong umur 14, 21, dan 28 hst.
Perlakuan dosis pupuk organik granul
Rerata Diameter Batang Tanaman (cm)
14 hst
21 hst
28 hst
g0
g1
g2
g3
g4
0,149
0,163
0,163
0,176
0,183
0,264
0,312
0,287
0,335
0,327
0,279
0,338
0,312
0,361
0,346

Dari Tabel 4 terlihat bahwa hasil perlakuan dosis pupuk organik granul tidak berbeda nyata terhadap diameter batang tanaman oyong umur 14, 21, dan 28 hst.

Gambar 2. Grafik respon diameter batang tanaman oyong terhadap pemberian pupuk organik granul
            Dari Gambar 2 terlihat bahwa pada umur 14 hst, diameter batang tanaman oyong yang paling besar adalah pada perlakuan g4 yaitu 0,183 cm, umur 21 hst diameter batang tanaman oyong yang paling besar adalah pada perlakuan g3 yaitu 0,335 cm, umur 28 hst diameter batang tanaman oyong yang paling besar adalah pada perlakuan g3 yaitu 0,361 cm.
Umur Tanaman Saat Berbunga
            Dari hasil pengamatan, pemberian pupuk organik granul tidak memberikan respon terhadap umur tamanan oyong saat berbunga pertama. Data hasil pengamatan umur tanaman oyong saat berbunga pertama dan hasil analisis ragamnya disajikan pada Lampiran 13. Rerata umur tanaman saat berbunga  dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan grafiknya dapat dilihat pada Gambar 3.
Tabel 5. Rerata umur tanaman oyong saat berbunga.
Perlakuan dosis pupuk organik granul
Rerata
umur tanaman oyong saat berbunga (hari)
g0
31,40
g1
30,65
g2
30,90
g3
30,30
g4
30,25

Dari Tabel 5 terlihat bahwa hasil perlakuan dosis pupuk organik granul tidak berbeda nyata terhadap umur tanaman oyong saat berbunga.
Gambar 3. Grafik respon waktu berbunga pertama terhadap pemberian pupuk organik granul.
Dari Gambar 3 terlihat pemberian pupuk organik granul tidak memberikan respon  terhadap umur tamanan oyong saat berbunga pertama, pada perlakuan g0, rata-rata umur tanaman oyong saat berbunga pertama adalah 31,40 hari, pada perlakuan g1 30,65 hari, pada perlakuan g2 rata-rata umur tanaman oyong saat berbunga pertama adalah 30,90 hari, pada perlakuan g3 rata-rata umur tanaman oyong saat berbunga pertama adalah 30,30 hari dan pada perlakuan g4 rata-rata umur tanaman oyong saat berbunga pertama adalah 30,25 hari.
Jumlah Buah Per Tanaman
Berdasarkan hasil analisis ragam jumlah buah per tanaman menunjukkan bahwa dosis pupuk organik granul memberikan respon nyata terhadap jumlah buah per tanaman. Data hasil pengamatan jumlah buah per tanaman dan analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 14.  Hasil uji beda nilai tengah rerata jumlah buah oyong per tanaman dapat dilihat pada Tabel 6, sedangkan grafiknya dapat dilihat pada Gambar 4.
Tabel 6. Hasil uji beda nilai tengah jumlah buah oyong  per tanaman.
Perlakuan dosis pupuk organik granul
Rata-rata jumlah buah
(buah)
g0
1,05 a
g1
1,10 a
g2
1,10 a
g3
 1,30 ab
g4
1,60 b

Keterangan :    Nilai rerata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan perlakukan tersebut tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5%.

            Dari Tabel 6 terlihat bahwa pemberian dosis pupuk organik granul pada perlakuan g4 jumlah buah oyong per tanaman berbeda nyata dengan perlakuan g0, g1, g2 dan g3.
  Gambar 4. Grafik respon jumlah buah terhadap pemberian pupuk organik granul

Dari Gambar 4 terlihat adanya respon pada tanaman oyong yaitu dengan peningkatan pada setiap peubah terhadap pemberian pupuk organik granul. jumlah buah oyong paling banyak terdapat pada perlakuan g4 atau setara dengan 4 kg/petak dengan rerata 1,60 buah per tanaman.

Bobot Basah Buah Per Tanaman
            Berdasarkan hasil analisis ragam berat buah per tanaman menunjukkan bahwa dosis pupuk organik granul memberikan respon yang sangat nyata terhadap berat buah per tanaman. Data hasil pengamatan bobot basah buah per tanaman dan analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 15. Hasil uji beda nilai tengah rerata  bobot basah buah tanaman oyong dapat dilihat pada Tabel 7, sedangkan grafiknya dapat dilihat pada Gambar 5.
Tabel 7. Hasil uji beda nilai tengah rerata bobot basah buah oyong  per tanaman.
Perlakuan dosis pupuk organik granul
Rerata bobot basah buah
(g)
g0
212,500 a
g1
267,000 ab
g2
272,500 ab
g3
333,000 b
g4
490,500 c
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tersebut tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%.

            Dari Tabel 7 terlihat bahwa pemberian dosis pupuk organik granul memberikan respon sangat nyata terhadap berat bobot basah buah per tanaman. Pada perlakuan g4 pada berat buah oyong per tanaman berbeda sangat nyata dengan perlakuan g0, g1, g2 dan g3.
Gambar 5. Grafik respon berat buah oyong  per tanaman terhadap pemberian pupuk  organik granul
Dari Gambar 5 terlihat adanya peningkatan pada setiap peubah terhadap pemberian pupuk organik granul. Bobot basah buah oyong paling banyak terdapat pada perlakuan g4 atau setara dengan 4 kg/petak dengan rerata 490,500 g per tanaman.
Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa perlakuan dosis pupuk organik granul tidak memberikan respon terhadap peubah yang diamati seperti panjang tanaman, dan diameter batang umur 14, 21 dan 28 hari setelah tanam.
Curah hujan yang tinggi pada fase vegetatif dapat menghambat terhadap aktifitas pertumbuhan dan juga mempengaruhi terhadap aktifitas akar oyong untuk menyerap unsur hara pada tanah, sebab pertumbuhan akar oyong menjadi terganggu, selain itu curah hujan yang tinggi ini juga berpengaruh terhadap keseimbangan nutrisi di dalam tanah, tidak adanya respon trehadap perlakuan pupuk organik granul pada setiap peubah yang diamati ini juga diduga karena proses dekomposisi yang berjalan lambat. Dwijoseputra (1994) dalam Sulistiono (2004) menyatakan, bahwa faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban dan pH mempengaruhi kerja mikroorganisme, sehingga kurang maksimal dalam melakukan perombakan, akibatnya proses dekomposisi terhambat yang akhirnya berpengaruh terhadap unsur hara yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan tanaman, hal ini juga terlihat dari hasil analisis tanah yang menunjukkan pH 5,59 (Lampiran 5) yang dikategorikan agak masam.
Bedengan/petakan dibuat dengan ukuran 1 m² sebanyak 25 petakan, karena curah hujan yang tinggi air hujan menjadi tergenang diantara petakan sehingga menimbulkan cekaman aerasi/kelebihan air.
Kelebihan air menyebabkan pori-pori tanah kekurangan oksigen sementara tanaman memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya. Hal senada juga diungkapkan oleh FP UGM (2008), akibat genangan air yang berlebihan mengakibatkan kandungan lengas tanah diatas kapasitas lapangan, selain itu juga menimbulkan dampak yang buruk terhadap pertumbuhan tanaman dengan menurunnya pertukaran gas antara tanah dan udara yag mengakibatkan menurunnya ketersediaan O2 bagi akar, menghambat pasokan O2 bagi akar dan mikroorganisme (mendorong udara keluar dari pori-pori tanah dan menghambat laju difusi.
Menurut Setiono (2012), tanah yang tergenang dapat membatasi pertumbuhan tanaman, genangan mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Struktur tanah rusak, daya rekat agregat lemah, penurunan potensial redoks, peningkatan pH tanah masam, penurunan pH tanah basa, perubahan daya hantar dan kekuatan ion, perubahan keseimbangan hara. Tanaman akan menunjukkan gejala klorosis khas kahat N. Kekahatan N terjadi karena penurunan ketersediaan N maupun penurunan penyerapannya. Pada kondisi tergenang ketersediaan N dalam bentuk nitrat sangat rendah karena proses denitrifikasi, nitrat diubah menjadi N2, NO, N2O, atau NO2 yang menguap ke udara. Pada proses denitrifikasi, nitrat digunakan oleh bakteri aerob sebagai penerima elektron dalam proses respirasi.
Tanah yang mempunyai genangan air berdampak negatif terhadap ketersediaan N, Selama proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman memerlukan berbagai unsur hara seperti N yang dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif akar, batang, daun, cabang tanaman, memberikan warna hijau pada daun tanaman yang berhubungan dengan klorofil dalam perannya pada proses fotosintesis, berperan dalam mengatur penggunaan fosfor dan kalium pada suatu tanaman. Penambahan unsur N diikuti oleh meningkatnya kandungan senyawa yang mengandung N pada tanaman yang bersangkutan seperti asam amino, protein, dan vitamin B. Tanaman yang kekurangan unsur N menyebabkan daun-daun lebih kecil, dan mengalami gangguan produksi enzim, sehingga reaksi-reaksi enzimatik tidak berjalan dengan baik. Adapun efek samping dari kekurangan unsur N yaitu tanaman  kerdil, sistem perakarannya terbatas serta warna daun yang pucat (Wijaya, 2008).
Serapan hara dapat memberikan gambaran kemampuan tanaman menyerap hara tertentu dalam hal ini nitrogen pada kondisi lingkungan tertentu khususnya daerah perakaran, terlihat pada Lampiran 5 hasil analisis kandungan N-total pada lahan penelitian relatif rendah, yaitu 0,16%, selain itu, pada Lampiran 6, kandungan N total yang terdapat pada pupuk organik granul memiliki kriteria nilai tinggi yaitu 0,126%. Pada tanaman sayuran khususnya oyong, terpenuhinya kebutuhan unsur N dalam jumlah yang cukup akan  memacu pertumbuhan tanaman seperti tinggi tanaman, diameter batang, pembentukan cabang dan daun, pertumbuhan pucuk dan mengganti sel yang telah rusak. Selain itu unsur N juga bermanfaat bagi pembentukan klorofil yang penting untuk proses fotosintesis sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman (Mangdeska, 2010).
 Unsur nitrogen dalam jumlah yang cukup akan memacu pertumbuhan vegetatif tanaman seperti tinggi tanaman, pembentukan cabang, diameter batang dan daun. Perlakuan dosis pupuk organik granul tidak memberikan respon yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter batang oyong, diduga karena selain rendahnya unsur N awal yang ada pada lahan penelitian, unsur N yang diharapkan dari pemupukan tersebut diduga telah menguap ataupun tercuci akibat kondisi curah hujan yang tinggi pada awal penanaman dan kelerengan tanah serta sifat dari pupuk organik granul yang memerlukan dekomposisi yang cukup lama, sehingga belum sempat diambil dan dimanfaatkan oleh tanaman untuk melakukan pertumbuhan, padahal unsur N sangat diperlukan oleh tanaman untuk pembentukan klorofil, dan klorofil sendiri merupakan akseptor dalam penyerapan cahaya matahari yang diperlukan tanaman dalam proses fotosintesis agar dapat menghasilkan fotosintat yang diperlukan tanaman untuk petumbuhan. Keadaan lahan penelitian yang terganggu akibat curah hujan yang tinggi pada lokasi penelitian dapat  dilihat pada Lampiran 16 (Gambar 4).
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa perlakuan dosis pupuk organik granul tidak memberikan respon terhadap umur tanaman saat berbunga pertama, menurut Dwijoseputro (1978), pembungaan dan pembuahan merupakan peristiwa-peristiwa penting dalam produksi tanaman. Proses-proses ini dikendalikan baik oleh lingkungan terutama fotoperiode dan temperatur, maupun oleh faktor-faktor genetik atau internal. Salah satu proses perkembangan yang harus tepat waktu adalah proses pembungaan. Tanaman tidak bisa berbunga terlalu cepat sebelum organ-organ penunjang lainnya siap, misalnya akar dan daun lengkap. Faktor lingkungan merupakan faktor yang sangat erat berhubungan dengan kehidupan tanaman, yang akan mempengaruhi proses-proses fisiologi dalam tanaman. Semua proses fisiologi akan dipengaruhi oleh suhu dan beberapa proses akan tergantung dari cahaya dan temperatur. Penyinaran cahaya terhadap tanaman merupakan salah satu faktor eksternal yaitu faktor dari luar yang mempengaruhi pembungaan
Oyong termasuk tanaman yang umur panennya cepat, tidak adanya respon terhadap umur tanaman saat berbunga pertama hal ini diduga karena unsur hara P yang terkandung pada pupuk pupuk organik granul dan unsur P yang terdapat pada lahan penelitian masih belum diserap secara maksimal oleh tanaman. Menurut Wijaya (2008), defisiensi P dapat menekan jumlah bunga dan menunda inisiasi pembungaan. P merupakan komponen penyusun membran sel tanaman, penyusun enzim-enzim, penyusun co-enzim, neukleotida (bahan penyusun asam nukleat), P juga ambil bagian dalam sintesis protein, sintesis karbohidrat, memacu pembentukan bunga. Hasil penelitian ini memang menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk organik granul tidak memberikan respon terhadap umur tanaman oyong saat berbunga pertama, namun pada penelitian ini rata-rata proses berbunga pertama semua sampel tanaman oyong yang diteliti rata-rata hanya berkisar dalam kurun waktu 3 hari, yaitu pada saat tanaman oyong berumur 30, 31 dan 32 hst.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa perlakuan dosis pupuk organik granul memberikan respon nyata terhadap peubah yang diamati seperti jumlah buah per tanaman dan memberikan respon sangat nyata terhadap berat bobot basah buah per tanaman. Didapati bahwa pemberian dosis pupuk organik granul sebanyak 40  t.haˉ¹/petak merupakan dosis terbaik pada variabel pengamatan jumlah buah per tanaman dan bobot basah buah per tanaman terhadap tanaman oyong pada lahan rawa lebak.
Dosis 40  t.haˉ¹ atau sebanyak 4 kg/petak, merupakan dosis tertinggi dari dosis yang ada, dimana pada dosis inilah yang paling mencukupi kebutuhan tanaman oyong dalam mencapai hasil yang maksimal. Dosis pupuk organik yang tinggi dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan tanah yang memiliki kandungan bahan organik yang lebih tinggi menjadikan aktivitas mikroorganisme semakin meningkat. Unsur P berperan dalam hal pembelahan sel, perkembangan akar, kekuatan batang, kekebalan terhadap penyakit tertentu, pembentukan protein dan mineral. Tanaman yang kekurangan unsur P gejala daun berwarna keunguan atau kemerahan. Unsur K berperan dalam meningkatkan sistem perakaran, menghalangi efek rebah, dan penambahan kekebalan tanaman terhadap penyakit. Tanaman yang kekurangan unsur K gejalanya batang dan daun menjadi lemas/rebah, daun berwarna hijau gelap kebiruan tidak hijau segar dan tidak sehat, ujung daun menguning dan kering, timbul bercak coklat pada pucuk daun (Yoxx, 2008).
Pada fase generatif keadaan curah hujan pada lahan penelitian ini sudah kembali normal, unsur P dan K yang terkandung pada pupuk organik granul tampak jelas berperan bagi variabel yang berada pada fase ini, terutama pada hasil analisis ragam variabel jumlah buah per tanaman dan bobot basah buah per tanaman, dimana hasil analisis ragam dari kedua variabel untuk jumlah buah per tanaman memepunyai respon nyata, serta mempunyai respon sangat nyata untuk bobot basah buah per tanaman, dan untuk kedua variabel tersebut menujukkan bahwa dosis 40  t.haˉ¹ atau setara dengan 4 kg/petak memiliki beda nyata terhadap taraf dosis 0 t.haˉ¹, 10 t.haˉ¹, 20 t.haˉ¹ dan 30 t.haˉ¹, sehingga dosis 40  t.haˉ¹ atau sebanyak 4 kg/petak ditetapkan sebagai dosis terbaik.
Menurut Lingga dan Marsono (2007), Pada fase generatif dari terbentuknya buah seperti jumlah buah dan berat buah tentu saja tidak lepas dari peranan unsur hara yang terdapat pada tanah dan penambahan pupuk. Pada fase ini unsur hara makro P dan K berperan aktif, sebab unsur P berfungsi untuk mempercepat pembungaan, pemasakan biji, dan buah. Unsur K berfungsi untuk meperkuat bagian tubuh tanaman seperti daun, bunga dan buah tidak mudah gugur, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan dan penyakit serta meningkatkan mutu dari biji buah.
Pada  fase generatif  terutama pada hasil analisis ragam variabel jumlah buah per tanaman yang mempunyai respon nyata, dan respon sangat nyata pada bobot basah buah per tanaman, artinya  pada tanah masam pupuk organik granul mampu meningkatkan pH tanah sehingga meningkatkan ketersediaan unsur P dan K pada tanaman. Penambahan hara N, P, K bagi tanaman dari hasil mineralisasi oleh mikroorganisme, transformasi oleh mikroorganisme menjadikan unsur hara tersedia bagi tanaman. Hal ini diduga pupuk organik granul sudah terdekomposisi sehingga unsur hara yang terkandung dapat digunakan, dengan adanya proses dekomposisi dalam bahan tersebut, maka unsur-unsur hara yang terkandung didalamnya dapat digunakan oleh tanaman sebagai unsur yang tersedia. Karena dengan pemberian pupuk organik granul akan menjadi bahan pengikat tanah sehingga unsur hara yang terikat dengan tanah dapat terpecah dan unsur hara itu akan terserap oleh akar.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.            Tanaman oyong memperlihatkan respon terhadap pemberian dosis pupuk organik granul pada peubah hasil yaitu jumlah buah dan berat buah, tapi tidak memperlihatkan respon pada peubah pertumbuhan yaitu panjang tanaman, diameter batang dan umur tanaman saat berbunga.
2.            Didapati bahwa pemberian dosis pupuk organik granul sebanyak 40  t.haˉ¹  atau setara dengan 4 kg/petak merupakan dosis terbaik pada variabel pengamatan jumlah buah per tanaman dan bobot basah buah per tanaman terhadap tanaman oyong pada lahan rawa lebak.
Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian maka dalam usaha budidaya tanaman sayuran seperti oyong pada lahan rawa lebak khususnya di Desa Pasar Senin Kabupaten Hulu Sungai Utara, disarankan untuk:
1.            Membudidayakan tanaman oyong di lahan rawa lebak dengan dosis pupuk organik granul sebanyak 40  t.haˉ¹ atau setara dengan 4 kg/petak.
2.            Melakukan penelitian lanjutan terhadap tanaman oyong dengan menggunakan pupuk organik lain agar diperoleh inovasi-inovasi baru yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pertumbuhan dan hasil tanaman oyong.
LAMPIRAN

Perhitungan keperluan  pupuk organik granul
Contoh perhitungan pupuk organik granul
            Luas 1 ha                      = 10.000 m2
Luas bedengan            = 1 m  x 1 m  =  1 m2
Dosis 0 ton. ha-1
                  1 m2       x 0 ton. ha-1=   0 kg/petak
              10.000 m2
Dosis 10 ton. ha-1
                  1 m2       x 10 ton. ha-1=   0,001 ton = 1 kg/petak
              10.000 m2
Dosis 20 ton. ha-1
      1 m2       x 20 ton. ha-1= 0,002 ton = 2 kg/petak
                 10.000 m2
Dosis 30 ton. ha-1
      1 m2       x 30 ton. ha-1= 0,003 ton = 3  kg/petak
                10.000 m2
Dosis 40 ton. ha-1
      1 m2       x 40 ton. ha-1= 0,004 ton = 4  kg/petak
              10.000 m2
Deskripsi varietas oyong Hanoman F1
Uraian
Keterangan
Introduksi/asal golongan/varietas
Tipe/bentuk pertumbuhan
Bentuk buah
Kulit buah
Warna buah
Tekstur buah
Rasa buah
Ukuran buah
Berat buah
Umur panen
Potensi hasil
Persentase tumbuh
India
Hibrida
Merambat
Silindris
Halus
Hijau muda
Renyah dan berserat disaat buah tua
Manis
Panjang 15- 30 cm dan diameter ± 4 cm
± 225 gr
± 42 hari setelah tanam
1-1,5 kg/tanaman
85%

Sumber :  PT. Benih Citra Asia (2011) 
Hasil analisis tanah  rawa lebak
Komponen
Nilai*
Kriteria**
C-organik
1,25 %
Rendah
N total
0.16 %
Rendah
P total
54,81 ppm
tinggi
K total
10,86  ppm
Rendah
pH H2O
5.59
Agak Masam

Sumber       :   *    Laboratorium Tanah, Tanaman dan Air, Balai Penelitian
                             Pertanian Lahan Rawa (BALITTRA), 2011.
                      **  Balittanah, 2005
Hasil analisis pupuk organik granul
No.
Parameter
Satuan
Kriteria Syarat Mutu Teknis
Hasil*)
Nilai**)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
C – organik
pH H2O
Kadar N total
Kadar total P
Kadar total K
Ca
Mg
Bahan Organik (BO)
Kandungan air
%
-
%
%
%
%
%
%
%
12.4
6. 80
0.420
1.123
0.514
13.40
1.2
14.40
15
> 5. 00
6,6 – 7, 5
> 0, 75
-
> 1, 0
11 – 20
1,1 – 2, 0
-
-
Tinggi
netral
tinggi
-
-
-
-
-
-

Sumber :       * ) Laboratorium Tanah, Tanaman dan Air Balai Penelitian
     Pertanian Lahan Rawa (BALITTRA), 2011.
**) Hardjowigeno (1995)
Data curah hujan.


Bulan
Total Curah Hujan
(milimeter)
Jumlah Hari Hujan
(hari)
April
309
20
Mei
115
13
Juni
89
8
Juli
54
15

Sumber : Stasiun Kecamatan Amuntai Tengah (2012) 
Data hasil pengamatan panjang tanaman umur 14 hari, hasil analisis ragam dan uji beda nyata DMRT 5% terhadap tinggi tanaman umur 14 hari
Perlakuan
Kelompok
Jumlah
Rata-rata
1
2
3
4
5
g0
12.75
22
24.25
21.25
25.25
105.5
21.1
g1
19
27.5
29.75
22.75
20.75
119.75
23.95
g2
14.75
24.75
22.25
30
17.5
109.25
21.85
g3
24.75
19
17.5
30.25
35.75
127.25
25.45
g4
35.5
24.75
26.25
29.75
32
148.25
29.65
J
106.75
118
120
134
131.25
610
24.4

SK
db
JK
KT
F hitung
F tabel
5%
1%
Kelompok
4
96.425
24.10625
0.717 ns
3.01
4.77
Perlakuan
4
231.3
57.825
1.720 ns
3.01
4.77
Ε
16
537.775
33.61094



Total
24
865.5





KK = 23,76%
Keterangan      : *        = Berpengaruh nyata
                                      **      = Berpengaruh sangat nyata
                          ns       = Tidak berpengaruh


Data hasil pengamatan panjang tanaman umur 21 hari, hasil analisis ragam dan uji beda nyata DMRT 5% terhadap tinggi tanaman umur 21 hari.
Perlakuan
K
Jumlah
Rata-Rata
1
2
3
4
5
g0
28.5
68.25
82.25
55
108
342
68.4
g1
31
83.25
98.75
96.75
61.5
371.25
74.25
g2
27.5
77.75
80
123.5
29.75
338.5
67.7
g3
76.5
51
35.75
131.75
147
442
88.4
g4
110
76.5
77.25
108.5
101.5
473.75
94.75
J
273.5
356.75
374
515.5
447.75
1967.5
78.7

SK
db
JK
KT
F hitung
F tabel
5%
1%
Kelompok
4
6791.575
1697.894
1.587 ns
3.01
4.77
Perlakuan
4
2992.925
748.2312
0.699 ns
3.01
4.77
E
16
17114.88
1069.68



Total
24
26899.38





KK = 41,55%
Keterangan      : *        = Berpengaruh nyata
                                      **      = Berpengaruh sangat nyata
                          ns       = Tidak berpengaruh
Data hasil pengamatan panjang tanaman umur 28 hari, hasil analisis ragam dan uji beda nyata DMRT 5% terhadap tinggi tanaman umur 28 hari.
Perlakuan
K
Jumlah
Rata-Rata
1
2
3
4
5
g0
71.25
175.75
221
124.25
191
783.25
156.65
g1
105.25
207.75
260.5
211
142.75
927.25
185.45
g2
89
226.25
232.25
235.25
57.25
840
168
g3
203.75
164.5
140.25
221.5
282.25
1012.25
202.45
g4
246.75
209.75
215.25
195.5
151.75
1019
203.8
J
716
984
1069.25
987.5
825
4581.75
183.27

SK
db
JK
KT
F hitung
F tabel
5%
1%
Kelompok
4
16300.44
4075.11
1.084 ns
3.01
4.77
Perlakuan
4
8679.515
2169.879
0.577 ns
3.01
4.77
E
16
60147.29
3759.205



Total
24
85127.24





KK = 33,45%
Keterangan      : *        = Berpengaruh nyata
                                      **      = Berpengaruh sangat nyata
                          ns       = Tidak berpengaruh

Data hasil pengamatan diameter batang umur 14 hari, hasil analisis ragam dan uji beda nyata DMRT 5% terhadap diameter batang umur 14 hari.

Perlakuan
Kelompok
Jumlah
Rata-Rata
1
2
3
4
5
g0
0.1225
0.1375
0.1925
0.14
0.1525
0.745
0.149
g1
0.15
0.135
0.205
0.1975
0.1275
0.815
0.163
g2
0.13
0.135
0.175
0.2375
0.14
0.8175
0.1635
g3
0.17
0.1525
0.165
0.1825
0.2075
0.8775
0.1755
g4
0.18
0.165
0.1475
0.23
0.1925
0.915
0.183
J
0.7525
0.725
0.885
0.9875
0.82
4.17
0.1668

SK
db
JK
KT
F hitung
F tabel
5%
1%
Kelompok
4
0.008977
0.002244
2.818 ns
3.01
4.77
Perlakuan
4
0.003402
0.00085
1.068 ns
3.01
4.77
E
16
0.012741
0.000796



Total
24
0.025119





KK = 16,91%
Keterangan      : *        = Berpengaruh nyata
                                      **      = Berpengaruh sangat nyata
                          ns       = Tidak berpengaruh

Data hasil pengamatan diameter batang umur 21 hari, hasil analisis ragam dan uji beda nyata DMRT 5% terhadap diameter batang umur 21 hari.
Perlakuan
Kelompok
Jumlah
Rata-Rata
1
2
3
4
5
g0
0.235
0.2325
0.35
0.195
0.31
1.3225
0.2645
g1
0.2375
0.3625
0.36
0.3625
0.24
1.5625
0.3125
g2
0.255
0.3475
0.35
0.34
0.1425
1.435
0.287
g3
0.355
0.335
0.285
0.355
0.3475
1.6775
0.3355
g4
0.365
0.3425
0.3275
0.3275
0.27
1.6325
0.3265
J
1.4475
1.62
1.6725
1.58
1.31
7.63
0.3052

SK
Db
JK
KT
F hitung
F tabel
5%
1%
Kelompok
4
0.017207
0.004302
1.191 ns
3.01
4.77
Perlakuan
4
0.017064
0.004266
1.182 ns
3.01
4.77
E
16
0.057766
0.00361



Total
24
0.092036





KK = 19,68%
Keterangan      : *        = Berpengaruh nyata
                                      **      = Berpengaruh sangat nyata
                          ns       = Tidak berpengaruh

Data hasil pengamatan diameter batang umur 28 hari, hasil analisis ragam dan uji beda nyata DMRT 5% terhadap diameter batang umur 28 hari.
Perlakuan
K
Jumlah
Rata-Rata
1
2
3
4
5
g0
0.2525
0.2425
0.3775
0.205
0.3175
1.395
0.279
g1
0.245
0.3775
0.415
0.405
0.2475
1.69
0.338
g2
0.265
0.36
0.3725
0.37
0.1925
1.56
0.312
g3
0.365
0.34
0.3075
0.37
0.42
1.8025
0.3605
g4
0.3725
0.3825
0.345
0.3525
0.2775
1.73
0.346
J
1.5
1.7025
1.8175
1.7025
1.455
8.1775
0.3271

SK
db
JK
KT
F hitung
F tabel
5%
1%
Kelompok
4
0.018608
0.004652
1.089 ns
3.01
4.77
Perlakuan
4
0.020666
0.005166
1.209 ns
3.01
4.77
E
16
0.068372
0.004273



Total
24
0.107646





KK = 19,98%
Keterangan      : *        = Berpengaruh nyata
                                      **      = Berpengaruh sangat nyata
                          ns       = Tidak berpengaruh

Data hasil pengamatan waktu berbunga pertama, hasil analisis ragam dan uji beda nyata DMRT 5% terhadap waktu berbunga pertama.
Perlakuan
K
Jumlah
Rata-Rata
1
2
3
4
5
g0
35
30.5
30.5
32.25
28.75
157
31.4
g1
33.75
27.5
29
30.25
32.75
153.25
30.65
g2
36
28.75
28.75
29
32
154.5
30.9
g3
29.5
33
32
29.5
27.5
151.5
30.3
g4
28
32.25
29.25
30.5
31.25
151.25
30.25
J
162.25
152
149.5
151.5
152.25
767.5
30.7

SK
Db
JK
KT
F hitung
F tabel
5%
1%
Kelompok
4
20.075
5.01875
0.806 ns
3.01
4.77
Perlakuan
4
4.475
1.11875
0.180 ns
3.01
4.77
Ε
16
99.575
6.223438



Total
24
124.125





KK = 8,12%
Keterangan      : *        = Berpengaruh nyata
                                      **      = Berpengaruh sangat nyata
                          ns       = Tidak berpengaruh

Data hasil pengamatan jumlah buah, hasil analisis ragam dan uji beda nyata DMRT 5% terhadap jumlah buah.
Perlakuan
K
Jumlah
Rata-Rata
1
2
3
4
5
g0
1
1
1
1
1.25
5.25
1.05
g1
1
1.25
1
1
1.25
5.5
1.1
g2
1
1.25
1.25
1
1
5.5
1.1
g3
1.75
1
1
1.5
1.25
6.5
1.3
g4
1.5
1
1.75
2
1.75
8
1.6
J
6.25
5.5
6
6.5
6.5
30.75
1.23

SK
Db
JK
KT
F hitung
F tabel
5%
1%
Kelompok
4
0.14
0.035
0.528 ns
3.01
4.77
Perlakuan
4
1.04
0.26
3.925 *
3.01
4.77
E
16
1.06
0.06625



Total
24
2.24





KK = 20,92%
Keterangan      : *        = Berpengaruh nyata
                                      **      = Berpengaruh sangat nyata
                          ns       = Tidak berpengaruh

Data hasil pengamatan bobot basah buah, hasil analisis ragam dan uji beda nyata DMRT 5% terhadap bobot basah buah.
Perlakuan
K
Jumlah
Rata-Rata
1
2
3
4
5
g0
167.5
225
235
192.5
242.5
1062.5
212.5
g1
185
345
285
237.5
282.5
1335
267
g2
210
285
332.5
317.5
217.5
1362.5
272.5
g3
435
270
277.5
362.5
320
1665
333
g4
447.5
355
535
620
495
2452.5
490.5
J
1445
1480
1665
1730
1557.5
7877.5
315.1

SK
db
JK
KT
F hitung
F tabel
5%
1%
Kelompok
4
11671
2917.75
0.608 ns
3.01
4.77
Perlakuan
4
228703.5
57175.88
11.92 **
3.01
4.77
E
16
76744
4796.5



Total
24
317118.5





KK = 21,97%
Keterangan      : *        = Berpengaruh nyata
                                      **      = Berpengaruh sangat nyata
                          ns       = Tidak berpengaruh

 Pengolahan tanah
 

 Pupuk organik granul

Tanah yang telah dipupuk selama 28 hari


 Penanaman

 Keadaan lahan saat curah hujan tinggi

Pemasangan turus/ajir dan rambat/pagar

Pembagian kelompok

Pengukuran tinggi tanaman oyong

Pengukuran diameter batang tanaman oyong

Tanaman oyong umur 2 minggu

Pemasangan tali diatas turus untuk penjalaran

Tanaman oyong yang berbunga

 Tanaman oyong mulai berbuah

Buah oyong

Perawatan dan pembersihan dari hama

Panen

Penimbangan berat buah oyong

Hasil panen
 It's me, he-he...


DAFTAR PUSTAKA
.........................................................................................................................................................

Terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada semua yang telah berkunjung ke blog saya yang sederhana ini, mohon jangan lupa isi kolom komentarnya, saran dan masukannya sangat saya harapkan, untuk daftar pustaka silahkan hubungi langsung saya di no telpon:
0852-5177-5177
-----------------------------------------------