PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Oyong (Luffa
acutangula) atau ridged gourd,
disebut juga gambas, emes atau kimput (Sunda) dan timput (Palembang). Tanaman
ini termasuk dalam famili Cucurbitaceae, berasal dari India, namun telah
beradaptasi dengan baik di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Oyong (Luffa acutangula) termasuk golongan
sayuran buah seperti semangka, mentimun, terong, dan labu siam, tanaman ini merupakan sayuran yang
rasanya enak dan dingin. Buahnya dapat dibuat sayur lodeh , oseng-oseng, sop,
sayur bening, dikukus dan dilalap, sedangkan daunnya yang masih muda juga dapat
dibuat sayur (Soedijanto dan Warsito, 1978).
Menurut Sunarjono
(2009), kelebihan oyong (Luffa acutangula)
dibandingkan tanaman sejenis lainnya yaitu tanaman ini dapat di budidayakan di
dataran rendah maupun dataran tinggi. Pertumbuhannya pun mudah, tidak harus memerlukan
perawatan yang khusus, hanya memerlukan turus/ajir sebagai media rambatannya
karena oyong adalah tipe tanaman yang batangnya merambat, namun oyong dapat
juga dirambatkan pada pagar-pagar atau pohon-pohon yang ada di sekitarnya dan
umur panen tanaman oyong juga tergolong
cukup cepat (Lembaga Biologi Nasional, 2007).
Menurut Soedijanto dan Warsito (1978), buah oyong dapat
digunakan sebagai obat bagi penderita penyakit demam. Di dalam tubuh manusia,
buah oyong mempunyai khasiat untuk membersihkan darah.
Daunnya yang masih muda (pucuknya) pun dapat disayur, sementara buah oyong yang
telah tua dan kering baik sekali untuk spons penggosok untuk mencuci. Buah oyong juga mengandung vitamin A , B dan C yang bagus untuk sistem kekebalan
tubuh (Sunarjono,
2009).
Data potensi tanaman
oyong (Luffa
acutangula) di Kabupaten Hulu Sungai Utara hingga
saat ini masih belum ada. Para petani di
Kabupaten HSU umumnya menanam tanaman lain seperti padi, jagung, tomat, cabe,
kacang tanah, terong, labu, dan lain-lain (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura Kabupaten Hulu
Sungai Utara, 2010).
Menurut Sunarjono (2009), tanaman ini membutuhkan tanah yang
cukup mengandung air, tetapi tidak tergenang atau becek. Tanaman ini dapat
tumbuh baik pada tanah yang subur, gembur, serta mempunyai pH tanah antara 6-7.
Kendala utama untuk
budidaya tanaman oyong (Luffa acutangula)
pada lahan rawa lebak selama ini adalah genangan air dan kadang-kadang datangnya
air secara tiba-tiba. Tanah rawa
lebak juga dikenal memiliki sifat dan watak tanah sulfat masam yang
mempengaruhi pada sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Lahan rawa lebak hampir merata terdapat di wilayah Kalimantan Selatan,
begitu juga dengan Hulu Sungai Utara yang merupakan salah satu kabupatennya.
Potensi lahan rawa lebak di Kabupeten Hulu Sungai Utara terbilang cukup luas,
dari 37.498 ha luas potensial baru 24.182 ha yang telah dimanfaatkan untuk
budidaya pertanian khususnya padi.
Lahan rawa lebak di Kabupaten Hulu Sungai Utara merupakan lahan yang kondisi
airnya dipengaruhi oleh air hujan, baik yang turun di daerah setempat maupun di
daerah hulunya (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten
Hulu Sungai Utara, 2010).
Lahan rawa lebak adalah
wilayah daratan yang mempunyai
genangan hampir
sepanjang tahun, minimal selama tiga bulan dengan
genangan minimal 50 cm. Hal yang menjadi permasalahan
pada lahan rawa lebak adalah sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang kurang baik
dan menguntungkan untuk tanaman sayur (Noor, 2004).
Sifat fisik berpengaruh pada warna tanah, kematangan tanah, dan
permeabilitas tanah (sifat tekstur, struktur dan konsistensi tanah). Sifat kimia tanah akan berpengaruh pada
kemasaman tanah (pH), salinitas (kegaraman), dan ketersediaan hara. Sedangkan sifat biologi tanah berpengaruh
pada bakteri perombak bahan organik, bakteri pereduksi sulfat dan besi serta
bakteri pengoksidasi besi dan pirit (Noor, 2004).
Sifat biologi tanah, tanah dihuni oleh
bermacam-macam mikroorganisme. Jumlah setiap mikroorganisme sangat bervariasi, ada yang terdiri
dari beberapa individu, akan tetapi jumlahnya ada yang mencapai jutaan per gram
tanah. Mikroorganisme tanah itulah yang bertanggung jawab atas pelapukan bahan
organik dan pendauran unsur hara. Dengan demikian mereka mempunyai pengaruh
terhadap sifat fisik dan kimia tanah (Annas, 1989).
Berdasarkan hasil
analisis Laboratorium Kimia, Fisika dan Biologi Tanah Fakultas Pertanian UNLAM
(2012), lahan rawa lebak di tempat
penelitian yang akan digunakan sebagai
lahan penelitian mengandung pH yang agak masam yaitu 5,59. N yang rendah 0,16%.
P yang cukup tinggi 54,81 PPM dan K yang rendah yaitu 10,86 PPM, kandungan
lahan rawa lebak di tempat penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5.
Pupuk organik adalah
pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisa-sisa
tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik digunakan untuk memperbaiki sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk organik mengandung banyak bahan organik,
sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa
panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa),
limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian (Haryono, 2011)
Pupuk organik sangat
bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian, diantaranya yaitu mengurangi
pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan.
Penggunaan pupuk organik granul dalam jangka panjang dapat meningkatkan
produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan. peranannya cukup
besar terhadap perbaikan sifat fisika, kimia biologi tanah serta lingkungan.
Bahan organik juga berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah
sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara
tanaman. Penambahan bahan organik di samping sebagai sumber hara bagi
tanaman, juga sebagai sumber energi dan hara bagi mikroba (Haryono, 2011).
Pupuk organik granul mengandung asam humik dan asam
fulvat. Menurut Halim (2008), asam humik dan asam fulvat yang terdapat pada POG
memiliki peranan seperti hormon yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman dan
dapat pula meningkatkan nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah artinya
tanaman akan lebih mudah menyerap unsur hara.
Menurut Isroi (2009), manfaat pupuk
organik granul juga sangat bagus dan menguntungkan seperti dapat memperbaiki struktur tanah menjadi lebih
gembur, sehingga memudahkan akar tanaman menembus dalam tanah, dapat membantu
penyediaan hara bagi tanaman secara teratur dan seimbang.
Untuk meningkatkan produksi oyong di lahan rawa lebak yang mempunyai karakter tanah ber pH rendah dan kurang subur maka perlu dilakukan pemberian pupuk untuk
memenuhi ketersediaan unsur hara yang
dibutuhkan tanaman.
Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Simatupang, et. all,
(2005), mengenai tanggap hasil varietas mentimun terhadap pemakaian pupuk
organik di lahan lebak, pengelolaan bahan organik sebanyak 2,5 ton/ha
menunjukkan beda nyata terhadap hasil varietas yang ditanam. Varietas Hercules
dapat memberikan hasil tertinggi yakni 29,99 ton/ha selanjutnya diikuti oleh
varietas Panda dan Hijau Roket masing-masing 18,56 dan 9,43 ton/ha.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka
perlu dilakukan penelitian mengenai respon pertumbuhan dan hasil tanaman oyong (Luffa
acutangula) terhadap pemberian pupuk organik granul pada
lahan rawa lebak.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang diteliti adalah :
1.
Bagaimana respon
pertumbuhan dan hasil tanaman oyong (Luffa acutangula)
terhadap
pemberian pupuk organik
granul pada
lahan rawa lebak ?
2. Berapakah
dosis pupuk organik granul terbaik yang memberikan respon terhadap pertumbuhan
dan hasil tanaman oyong (Luffa
acutangula) pada lahan rawa lebak ?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1.
Mengetahui
respon pertumbuhan dan hasil tanaman
oyong (Luffa
acutangula) terhadap pemberian pupuk organik granul pada
lahan rawa lebak.
2. Mendapatkan
dosis pupuk organik granul terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman oyong
(Luffa
acutangula) pada lahan rawa lebak.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah :
1.
Terdapat respon
pertumbuhan dan hasil tanaman oyong (Luffa
acutangula) terhadap pemberian pupuk organik granul
pada lahan rawa lebak.
2. Terdapat
dosis terbaik dari pupuk organik
granul yang
dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman oyong (Luffa
acutangula) pada lahan rawa lebak.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini
diharapkan dapat menjadi bahan informasi di kalangan akademik, pihak terkait
dan masyarakat khususnya agar dapat memanfaatkan pupuk organik granul untuk budidaya
tanaman oyong skala kecil maupun besar.
TINJAUAN
PUSTAKA
Botani Dan Morfologi
Tanaman Oyong (Luffa
acutangula)
Oyong (Luffa
acutangula) atau ridged gourd, disebut juga gambas, emes atau kimput
(Sunda) dan timput (Palembang). Oyong (Luffa
acutangula) adalah salah satu tanaman berbulu dan merambat yang mempunyai
buah bulat panjang yang berbentuk belimbing
dengan panjang 15-30 cm dan diameter 2-4 cm serta mempunyai rusuk-rusuk yang
jelas kelihatan dan mengecil makin ke pangkalnya, sehingga penampang
melintangnya seperti roda-roda yang bergerigi (Lembaga Biologi Nasional, 2007).
Klasifikasi
tanaman :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan
berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua /
dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Violales
Genus : Luffa
Spesies : Luffa acutangula
Oyong (Luffa
acutangula) berasal dari India, namun telah beradaptasi dengan baik di Asia
Tenggara termasuk Indonesia. Tanaman ini termasuk golongan sayuran buah atau
termasuk dalam famili Cucurbitaceae seperti semangka, ketimun, terong, dan labu, tanaman ini merupakan sayuran yang
rasanya enak dan dingin, buahnya dapat dibuat sayur lodeh, oseng-oseng, sop, sayur
bening, dikukus dan dilalap, daunnya digunakan untuk lalab dan dapat digunakan
untuk obat bagi penderita demam (Soedijanto dan Warsito 1978).
Menurut
Sunarjono (2009), Oyong (Luffa acutangula)
merupakan tananaman merambat dengan alat pemegang yang berbentuk pilin
batangnya panjang dan umumnya daunnya lebar berlekuk menjari dengan bulu halus,
tanaman ini mempunyai daun beraroma segar dan berakar samping yang kuat dan
agak dalam, saat muda buahnya berwarna hijau dan tidak banyak mengandung air,
setelah tua buahnya berwarna kuning keputih-putihan atau abu-abu.
Syarat Tumbuh Tanaman
Oyong (Luffa acutangula)
Iklim
Tanaman
ini cocok pada iklim kering, dengan ketersediaan air yang cukup sepanjang
musim, lingkungan tumbuh yang ideal bagi tanaman oyong adalah di daerah yang
bersuhu 18-240C, dan kelembaban 50-60%. Oyong
termasuk tanaman sayuran yang tidak
tahan terhadap hujan semasa pertumbuhannya, sehingga umumnya petani menanam
oyong pada musim kemarau atau pada awal musim kemarau, biasanya pada bulan
Maret - April. Apabila terlalu banyak turun hujan, maka buahnya akan banyak
menjadi rusak (Soedijanto
dan Warsito 1978).
Media Tanam
Menurut
Sunarjono (2009), tanaman oyong (Luffa
acutangula) merupakan tanaman
sayuran yang dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi (pegunungan). Tanaman
ini termasuk tanaman memanjat/merambat. Tanaman oyong toleran terhadap berbagai
jenis tanah, hampir semua jenis tanah bisa untuk ditanami oyong. Untuk
mendapatkan hasil yang optimal, tanaman ini membutuhkan tanah yang subur,
beraerasi dan berdrainase baik, serta mempunyai pH 6,5. Jarak
lubang tanam 60 cm (Soedijanto
dan Warsito, 1978).
Hama dan Penyakit
Hama
Hama yang dapat menyerang pada
tanaman oyong ialah cacantal (seperti ulat), gejalanya daun menjadi korokan. Chrysomelidae (Aula copora), gejalanya
menyebabkan daun dan buah berlubang. Liriomyza sp, gejalanya menyebabkan
korokan pada daun. Ulat(Pyrallidae), gejalanya daun menjadi trasnparan. Thrips, gejalanya banyak terdapat di
permukaan bawah daun sehingga daun menjadi kering (Adnyani, 2010).
Menurut Sutrisno (2010), hama yang dapat menyerang
tanaman oyong diantaranya adalah kumbang daun, ulat grayak, ulat tanah dan
lalat buah. Pengendalian hama tersebut dilakukan tergantung pada hama yang
menyerang. Bila harus menggunakan pestisida, gunakan pestisida yang relatif
aman sesuai rekomendasi dan penggunaan pestisida hendaknya tepat dalam
pemilihan jenis, dosis, volume semprot, waktu aplikasi, interval aplikasi serta
cara aplikasinya.
Penyakit
Penyakit yang ditemukan pada
tanaman oyong adalah menguningnya dan berlubangnya daun oyong. Munculnya
bercak-bercak kuning pada daun oyong menandakan bahwa tanaman oyong terserang
penyakit. Bercak tersebut lama-lama menyebabkan daun menguning dan menjadi
kering dan akhirnya buah oyong bisa membusuk (Adnyani, 2010).
Menurut Sutrisno (2010), penyakit yang bias
menyerang tanaman oyong adalah busuk daun, embun tepung, antraknos, layu
bakteri dan virus mosaik. Pemberantasan hama dan penyakit pada tanaman oyong
dapat dilakukan dengan membersihkan daerah di sekitar bedengan termasuk
mencabuti rumput liar atau gulma yang
ada di sekitar tanaman serta menyemprotkan pestisida yang relatif aman
untuk membunuh hama yang dapat menjadi salah satu faktor perantara penyakit
yang menyerang tanaman oyong (Adnyani, 2010).
Panen
Ciri dan Umur Panen
Panen dapat dilakukan setelah tanaman
berumur 6-8 minggu, pungutan ini jangan sampai terlambat dilakukan, sebab
buahnya akan menjadi banyak berserat
sehinga mempengaruhi rasa buah tersebut. panen ini dapat kita ulangi
setiap 3 hari sekali. (Soedijanto
dan Warsito 1978).
Lahan Rawa Lebak
Lahan rawa lebak merupakan lahan yang dipengaruhi oleh iklim tropika basah
dengan curah hujan antara 2.000-3.000 mm per tahun. Bahan induk tanah rawa
lebak umumnya berupa endapan alluvial sungai, endapan marin, atau gambut. Sifat
fisik tanah dari lahan rawa lebak umumnya tergolong masih mentah, sebagian
melumpur, kandungan lempung (clay) tinggi atau gambut tebal dengan
berbagai taraf kematangan. Lapisan bawah sering berupa lapisan pirit (FeS2)
yang berpotensi masam; atau pasir kuarsa yang miskin hara menjadikan sifat
kimia dan biologi tanah pada lahan rawa lebak
tergolong sedang sampai sangat jelek (Farina, 2008).
Menurut Farina (2008), kesuburan tanah yang cenderung jelek ini juga
disebabkan oleh hidrologi atau sistem tata air yang buruk. Ketersediaan sarana
dan prasarana tata air yang belum memadai sehingga kinerja pengatusan (drainase),
pelindian (leaching), dan penggelontoran (flushing) belum mampu
mempercepat perkembangan tanah.
Sifat fisik lahan rawa lebak umumnya tergolong masih mentah, sebagian
melumpur, kandungan lempung yang tinggi, atau gambut tebal dengan berbagai
taraf kematangan dari mentah (fibrik)
sampai matang (saprik). Lapisan bawah
dapat berupa lapisan pirit (FeS2) yang berpotensi masam atau pasir
kuarsa yang miskin unsur hara. Sifat kimia, kesuburan dan biologi tanah
tergolong sedang sampai sangat jelek. Adapun sifat kimia lahan rawa lebak sangat tergantung pada
jenis tanah. Umumnya kemasaman berkisar pada pH 3,5-4,0 untuk yang tergolong
jenis tanah sulfat masam aktual (untuk ordoInceptisol),
yaitu tanah yang telah terbuka dan mengalami perkembangan kematangan sampai
matang, untuk tanah sulfat masam potensial (ordo
entisol), yaitu tanah yang umumnya mentah, tereduksi dan pH 4,0 - 5,0
(Noor, 2007).
Sifat biologi tanah, tanah dihuni oleh
bermacam-macam mikroorganisme. Jumlah tiap mikroorganisme sangat bervariasi,
ada yang terdiri dari beberapa individu, akan tetapi jumlahnya ada yang
mencapai jutaan per gram tanah. Mikroorganisme tanah itulah yang bertanggung
jawab atas pelapukan bahan organik dan pendauran unsur hara, dengan demikian
mereka mempunyai pengaruh terhadap sifat fisik dan kimia tanah (Annas, 1989).
Lahan rawa lebak hampir merata terdapat di wilayah Kalimantan Selatan,
begitu juga dengan Hulu Sungai Utara yang merupakan salah satu kabupatennya.
Potensi lahan rawa lebak di Kabupeten Hulu Sungai Utara terbilang cukup luas,
dari 37.498 ha luas potensial baru 24.182 ha yang telah dimanfaatkan untuk
budidaya pertanian khususnya padi.
Lahan rawa lebak di Kabupaten Hulu Sungai Utara merupakan lahan yang kondisi
airnya dipengaruhi oleh air hujan, baik yang turun di daerah setempat maupun di
daerah hulunya. Berdasarkan genangan airnya lahan ini dibedakan dalam 3 zona
hidrotopografi (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten
Hulu Sungai Utara, 2004).
Zona lebak
pematang yaitu lahan dengan genangan airnya relatif dangkal (<50 cm) potensi
zona ini seluas 9.134 ha, yang telah dimanfaatkan seluas 5.949 ha. Zona lebak
tengahan yaitu lahan dengan gengangan air relatif dalam (50-100 cm) potensi
zona ini seluas 15.377 ha, yang telah dimanfaatkan seluas 13.462 ha. Zona lebak
dalam yaitu lahan dengan genangan airnya relatif sangat dalam (> 100 cm)
dengan potensi lahan 12.987 ha, dan yang telah dimanfaatkan seluas 4.771 ha (Dinas
Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2004).
Pupuk Organik
Granul
Pupuk organik adalah
pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisa
-sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik digunakan untuk memperbaiki
sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk organik mengandung banyak bahan
organik, yang pada umumnya sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk
hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas
tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan
pertanian (Haryono, 2011)
Bahan organik merupakan
sumber energi bagi makro dan mikro-fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam
tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah
meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan
mineralisasi bahan organik. Beberapa mikroorganisme yang beperan dalam
dekomposisi bahan organik adalah fungi, bakteri dan aktinomisetes. Di samping
mikroorganisme tanah, fauna tanah juga berperan dalam dekomposisi bahan organik
antara lain yang tergolong dalam protozoa, nematoda, Collembola, dan cacing tanah. Fauna tanah ini
berperan dalam proses mineralisasi atau pelepasan hara, bahkan ikut bertanggung
jawab terhadap pemeliharaan struktur tanah (Tian, et. al., 1997 dalam Atmojo, 2003).
Pupuk organik granul mengandung unsur hara
makro dan mikro diperkaya dengan mikroorgnisme menguntungkan yang dapat menekan
bakteri yang merugikan, mempercepat proses penyuburan tanah, memperbaiki
tingkat pertukaran kation dalam tanah, sehingga memudahkan unsur-unsur hara
terserap oleh akar tanaman. Manfaat dari pupuk organik granul adalah untuk
meningkatkan kandungan bahan organik tanah yang banyak memiliki peranan penting
di dalam tanah. Bahan organik tanah
menjadi salah satu indikator kesehatan tanah karena memiliki beberapa peranan
kunci di tanah. Peranan-peranan kunci bahan organik tanah dapat dikelompokkan
menjadi tiga kelompok, dalam fungsi biologi yaitu menyediakan makanan dan
tempat hidup (habitat) untuk organisme (termasuk mikroba) tanah, menyediakan
energi untuk proses-proses biologi tanah,
memberikan kontribusi pada daya pulih (resiliansi) tanah . Dalam fungsi
kimia yaitu merupakan ukuran kapasitas retensi hara tanah, penting untuk daya
pulih tanah akibat perubahan pH tanah dan menyimpan cadangan hara penting,
khususnya N dan K. Dalam fungsi fisika yaitu
mengikat partikel-partikel tanah menjadi lebih remah untuk meningkatkan
stabilitas struktur tanah, meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air dan
perubahahan moderate terhadap suhu tanah. Fungsi-fungsi bahan organik
tanah ini saling berkaitan satu dengan
yang lainnya. Sebagai salah satu contoh
bahan organik tanah menyediakan nutrisi untuk aktivitas mikroba yang juga dapat
meningkatkan dekomposisi bahan organik, meningkatkan stabilitas agregat tanah,
dan meningkatkan daya pulih tanah (Isroi, 2009)
Menurut Garsoni (2010), manfaat dari pupuk organik granul adalah untuk
meningkatkan kandungan bahan organik tanah.
Bahan organik tanah menjadi salah satu indikator kesehatan tanah karena
memiliki beberapa peranan kunci di tanah.
Peranan-peranan kunci pupuk organik granul praktis dapat diaplikasikan sebagai pupuk dasar
dan dapat dipakai sebagai pupuk
dasar dan atau pupuk susulan. Dosis pemakaian untuk tanaman pangan (padi,
kedelai, jagung, kacang tanah, padi huma dan sejenisnya) : 1-2 t.haˉ¹ diberikan
sebelum tanam (setelah pengolahan tanah) dengan cara ditabur. Pemberian granul
pada tanaman pangan dapat juga ditaburkan pada usia padi 20–25 hari, untuk
tanaman hortikultura (sayuran, cabe, kentang, kubis dan sejenisnya) 2–4 t.haˉ¹,
diberikan pada sebelum atau saat tanam dengan pembuatan larikan atau di sekitar
tanaman dan untuk tanaman perkebunan: 2,5-5 kg/pohon, diberikan di sekitar perakaran dengan cara
membuat parit melingkar.
Pupuk organik granul secara aplikasinya termasuk dalam jenis
pupuk akar, artinya pemberian pupuk umumnya dibenamkan ke dalam tanah dekat
dengan akar tanaman agar unsur hara yanga ada di dalam pupuk dapat diserap
setelah pupuk mengurai menjadi ion-ion
yang dibutuhkan tanaman, pada penelitian ini perlakuan pupuk oranik granul
diberikan 28 hari sebelum dilakukan penanaman, karena pupuk organik granul sama seperti bahan organik lainnya
yang ditambahkan ke dalam tanah, sebelum tanaman dapat menyerap
hara dari pupuk organik, pupuk harus terlebih dahulu terdekomposisi sempurna
sehingga ion-ion yang dibutuhkan tanaman sudah dalam bentuk tersedia dan dapat
diserap oleh tanaman, sehingga pemberian pupuk sebaiknya diberikan sebelum
dilakukan penanaman.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurhidayah
(2011), membudidayakan tanaman mentimun pada lahan gambut dengan dosis pupuk
organik granul sebanyak 5 t.haˉ¹
memberikan pengaruh sangat nyata pada variabel pengamatan masa vegetatif yaitu
tinggi tanaman pada umur 14, 21 dan 28 hari setelah tanam, serta berpengaruh
sangat nyata pada pengamatan masa generatif yaitu pada jumlah buah per tanaman,
panjang buah per tanaman dan berat buah per tanaman.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Husna (2011), perlakuan
pupuk organik granul terbaik pada tanaman buncis pada lahan rawa
lebak yakni pada dosis 20 ton.haˉ¹, didapati bahwa pemberian dosis pupuk organik granul
sebanyak 20 ton.haˉ¹ terhadap tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.)
pada lahan rawa lebak merupakan dosis terbaik pada variabel pengamatan tinggi
tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah
polong per tanaman, bobot basah polong per tanaman dan panjang polong per
tanaman,
pada penelitian ini tidak menggunakan pupuk kimia sebagai
tambahan atau perlakuan
pupuk organik granul bukan sebagai subtitusi bersama pupuk kimia.
Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman
Pertumbuhan adalah peristiwa perubahan biologi
yang terjadi pada makhluk hidup berupa pertambahan ukuran (volume, massa dan
tinggi) yang bersifat tidak kembali ke asal, dapat diukur serta dinyatakan
secara kuantitatif. Auksanometer adalah suatu alat untuk mengukur pertumbuhan
memanjang suatu tanaman, yang terdiri atas sistem kontrol yang dilengkapi jarum
penunjuk pada busur skala atau jarum yang menggaris pada silinder pemutar
(Yunita, 2011).
Perkembangan adalah proses menuju tercapainya
kedewasaan atau tingkat yang lebih sempurna (kompleks). Peristiwa diferensiasi
menghasilkan perbedaan yang tampak pada struktur dan fungsi masing-masing
organ, sehingga perubahan yang terjadi pada organisme tersebut semakin
kompleks, proses perkembangan ini berlangsung secara kualitatif (Yunita, 2011).
Tahap awal pertumbuhan mula-mula biji melakukan imbibisi atau
penyerapan air sampai ukuran bijinya bertambah dan menjadi lunak. Saat air
masuk ke dalam biji, enzim-enzim mulai aktif sehingga menghasilkan berbagai
reaksi kimia. Kerja enzim ini antara lain, mengaktifkan metabolisme di dalam
biji dengan mensintesis cadangan makanan sebagai persediaan cadangan makanan
pada saat perkecambahan berlangsung. Perkecambahan terjadi karena pertumbuhan radikula
(calon akar) dan pertumbuhan plumula (calon batang). Faktor yang
memengaruhi perkecambahan adalah air, kelembapan, oksigen, dan suhu.
Perkecambahan biji ada dua macam, yaitu tipe
perkecambahan di atas tanah (Epigeal), dan tipe perkecambahan di bawah tanah (hipogeal).
Tipe perkecambahan di atas tanah (Epigeal) hipokotil memanjang
sehingga plumula dan kotiledon ke permukaan tanah dan kotiledon
melakukan fotosintesis selama daun belum terbentuk. Contoh: perkecambahan
kacang hijau. Tipe perkecambahan di
bawah tanah (hipogeal), epikotil memanjang sehingga plumula keluar
menembus kulit biji dan muncul di atas permukaan tanah, sedangkan kotiledon
tertinggal dalam tanah. Contoh: perkecambahan pada kacang kapri (Yunita,
2011).
Menurut Yunita (2011), faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan diantaranya adalah faktor
genetik, setiap
jenis tumbuhan membawa gen untuk sifat-sifat tertentu, seperti berbatang tinggi
atau berbatang rendah. Tumbuhan yang mengandung gen yang baik dan didukung
lingkungan yang sesuai akan memperlihatkan pertumbuhan yang baik pula. Faktor
internal yang mempengaruhi pertumbuhan, yaitu hormon. Hormon tumbuhan ditemukan
oleh F. W. Went pada tahun 1928. Hormon berasal dari bahasa Yunani hormalin
yang berarti penggiat. Hormon tumbuhan disebut fitohormon,
yaitu: Auksin atau AIA (Asam Indol
Asetat), gibberellin, sitokinin, gas Etilen, asam absisat
(ABA), kalin, asam traumalin. Faktor Eksternal
yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan adalah faktor lingkungan,
misalnya nutrisi, air, cahaya, suhu, dan kelembapan.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasar Senin, Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, pada bulan April 2012 sampai bulan Juni 2012.
Bahan dan Alat
Bahan
Benih oyong. Benih yang digunakan adalah Varietas Hanoman F1
Media tanam. Tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah lahan rawa lebak yang terdapat di Desa Pasar Senin, Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Pupuk. Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk organik granul cap kuda laut.
Turus/ajir. Digunakan
untuk media rambatan tanaman, dipakai dari kayu lurus dengan
panjang 2,5 m.
Air. Digunakan untuk menyiram tanaman.
Alat
Alat Pengolah Tanah.
Alat yang digunakan untuk mengolah tanah adalah cangkul, sekop dan parang.
Meteran,
Digunakan untuk mengukur tinggi batang tanaman oyong.
Timbangan. Digunakan untuk menimbang pupuk dan mengukur bobot basah buah oyong
setelah pemanenan.
Jangka Sorong. Digunakan untuk mengukur diameter batang
oyong.
Gembor.
Digunakan untuk menyiram tanaman.
Alat tulis.
Digunakan untuk mencatat secara tertulis kondisi yang ditunjukkan oleh tanaman,
termasuk untuk mencatat hasil-hasil dari variabel pengamatan dalam penelitian.
Tali rapia. Digunakan untuk mengikat ujung turus/ajir.
Gunting.
Digunakan untuk memotong tali rapia dan memotong buah oyong saat panen.
Alat dokumentasi. Digunakan untuk dokumentasi kegiatan
penelitian.
Rancangan
Percobaan
Penelitian
ini disusun dan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK).
Pengelompokan dilakukan berdasarkan distribusi sinar matahari. Faktor yang diteliti adalah dosis pupuk organik granul sebanyak 5 taraf, yaitu :
g0 = 0 ton.haˉ¹
setara dengan 0 ton = 0 kg/petak
g1 = 10 ton.haˉ¹
setara dengan 0,001 ton = 1
kg/petak
g2 =
20 ton.haˉ¹
setara dengan 0,002 ton = 2 kg/petak
g3 =
30 ton.haˉ¹
setara dengan 0,003 ton = 3 kg/petak
g4 = 40 ton.haˉ¹
setara dengan 0,004 ton = 4
kg/petak
Perlakuan dosis pupuk organik granul ini diulang sebanyak 5 kali ulangan. Dengan demikian untuk keseluruhan
percobaan sebanyak 25 petak percobaan dimana dalam satu petak terdiri dari 4 tanaman sampel.
Tabel
1. Kombinasi perlakuan pemberian pupuk organik granul.
Perlakuan
|
Ulangan
|
||||
Kelompok
I
|
Kelompok
II
|
Kelompok
III
|
Kelompok
IV
|
Kelompok
V
|
|
g0
g1
g2
g3
g4
|
g0. I
g1.
I
g2.
I
g3.
I
g4.
I
|
g0. II
g1.
II
g2.
II
g3.
II
g4.
II
|
g0. III
g1.
III
g2.
III
g3.
III
g4.
III
|
g0. IV
g1.
IV
g2.
IV
g3.
IV
g4.
IV
|
g0. V
g1.
V
g2.
V
g3.
V
g4. V
|
Pelaksanaan
Penelitian
Persiapan
Sebelum
memulai penanaman terlebih dahulu dilakukan persiapan bahan dan alat-alat yang
digunakan selama penelitian berlangsung, juga dilakukan pengukuran luas lahan
dan penyesuaian tata letak bedengan terhadap arah penyinaran.
Pelaksanaan
Pengolahan tanah. Tanah dibersihkan dari
gulma ataupun tumbuhan yang mengganggu, kemudian diolah dengan menggunakan cangkul
serta peralatan lain yang dibutuhkan untuk membuat bedengan. Ukuran bedengan/petakan adalah panjang 1 m dan lebar 1 m dengan jarak antar petakan 50 cm dan
100 cm antar kelompok. Dalam
penelitian ini bedengan terdiri dari 25 petak dan masing-masing petak terdiri dari 4 lubang tanam.
Pemupukan. Pemupukan bertujuan untuk meningkatkan kesuburan tanah
dengan memberikan pupuk yang dijadikan perlakuan pada penelitian ini.
Pupuk organik granul secara
aplikasinya termasuk dalam jenis pupuk akar, artinya pemberian pupuk umumnya
dibenamkan ke dalam tanah dekat dengan akar tanaman agar setelah pupuk mengurai menjadi ion-ion yang dibutuhkan tanaman
proses absorsi akan berlangsung lebih baik, sebelum tanaman dapat menyerap hara
dari pupuk organik, pupuk harus terlebih dahulu terdekomposisi sempurna
sehingga ion-ion yang dibutuhkan sudah dalam bentuk tersedia. Pupuk diberikan 28 hari sebelum penanaman dilakukan, dengan mencampur rata
pupuk di tiap bedengan/petakan sesuai dengan dosis perlakukan
yang telah ditentukan.
Persiapan benih. Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih oyong varietas Hanoman F1.
Penanaman. Tanaman oyong tidak memerlukan persemaian karena termasuk tanaman yang
sukar dipindahkan, sehingga benih oyong sebaiknya ditanam langsung pada bedengan yang sudah
disiapkan sebelumnya dengan cara menanam benih oyong pada lubang tanam (lubang tugalan). Lubang tugalan atau
lubang tanam dapat diisi 2 butir benih setelah itu lubang tanah ditutup dengan
tanah.
Pemeliharaan. Kegiatan
pemeliharaan meliputi penjarangan, penyulaman, pemasangan
turus/ajir, penyiraman dan
pengendalian terhadap gulma, hama dan penyakit. Penjarangan dilakukan 5 hari
setelah tanam, penyulaman dilakukan pada benih tanaman yang tidak tumbuh atau
terhadap bibit yang mati dengan cara mencabut tanaman yang mati untuk diganti
dengan benih yang baru dari varietas yang sama dalam kurun waktu 7 hari setelah
tanam. Perambatan
batangnya harus selalu diatur agar batang tersebut tetap berada menjalar diatas
rambatan/ajir dan buahnya menggantung tidak terkena tanah. Buah yang terkena
tanah akan menjadi busuk. Turus/ajir
ini dibuat dari kayu lurus dengan ukuran
panjang 2,5 m. Turus tersebut
ditancapkan didekat tanaman namun jangan sampai mengenai atau merusak perakaran
tanaman. Penyiangan gulma
dilakukan dengan parang kecil dengan hati-hati agar tidak merusak tanaman oyong dan perakarannya, bisa juga mencabut rumput-rumput
secara manual dengan tangan. Penyiraman dilakukan 2 kali yaitu pada pagi dan
sore hari apabila tidak
terjadi hujan dengan menggunakan
alat penyiram/gembor.
Panen
Panen pertama dapat
dilakukan setelah tanaman berumur 6-8 minggu. Pada saat proses pemanenan, alat
yang digunakan adalah gunting yang tajam dan bersih. Sebelum melakukan
pemanenan, kita harus mengetahui syarat-syarat yang harus dipenuhi sebuah
tanaman oyong untuk bisa dipanen, diantaranya ukuran buah oyong tidak terlalu
besar ataupun terlalu kecil dan buah masih berwarna hijau segar, belum
berserat, dan buah mudah untuk dipatahkan.
Pemanenan dilakukan dengan memotong batang
buah oyong menggunakan pisau yang tajam agar buah tidak patah. Pemotongan
batang buah oyong harus hati-hati, karena buah oyong mudah patah.
Pengamatan
Panjang tanaman. Diukur
mulai dari pangkal sampai dengan ujung
tertinggi tanaman, pada saat tanaman berumur 2, 3 dan 4 minggu, satuan
pengukuran dinyatakan dalam cm.
Diameter batang. Dilakukan
pada 2, 3, 4 minggu setelah tanam, diukur 5 cm dari pangkal batang menggunakan
jangka sorong, dalam satuan cm.
Waktu berbunga. Dihitung saat
pertama kali tanaman berbunga dari hari setelah tanam.
Jumlah buah per tanaman.
Jumlah buah dapat diketahui dengan menghitung banyaknya buah pertanaman,dalam
satuan buah.
Bobot basah
buah per tanaman. Bobot basah
buah tanaman dapat diketahui dengan menimbang berat buah oyong setelah dipanen,
satuan berat dinyatakan dalam gram (g).
Analisis Data
Model
linear aditif yang digunakan untuk menganalisa faktor yang diamati adalah
Yij = μ + αi + βj + ∑ij
Dimana
:
i =
1, 2, 3, 4 dan 5 (perlakuan pupuk organik granul)
j =
1, 2, 3, 4 dan 5 (kelompok)
Yij =
Hasil pengamatan satuan percobaan yang menerima perlakuan pupuk
organik granul ke-i dan kelompok ke-j.
μ =
Nilai tengah umum
αi =
Pengaruh dosis pupuk organik granul ke-i
βj =
Pengaruh kelompok ke-j
∑ij =
Tambahan galat pada perlakuan pupuk organik granul ke-ij
Tabel 2. Analisis ragam setiap peubah yang diamati
Sumber Keragaman
|
Db
|
(JK)
|
(KT)
|
F-hit
|
F tabel
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Kelompok
|
4
|
JKK
|
JKK/dbK
|
KTK/KTE
|
3,01
|
4,77
|
Perlakuan
|
4
|
JKP
|
JKP/dbP
|
KTP/KTE
|
3,01
|
4,77
|
Galat
|
16
|
JKE
|
JKE/dbE
|
|||
Total
|
24
|
JKT
|
Setelah
data terkumpul, maka terlebih dahulu dilakukan uji kehomogenan ragam Bartlett.
Apabila data homogen untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan pemberian
pupuk
organik granul terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman oyong, maka dilakukan uji – F pada taraf nyata 5
% dan 1 %. Apabila uji – F menunjukkan
pengaruh nyata atau sangat nyata, pengujian dilanjutkan dengan Uji Beda Nilai
Tengah perlakuan dengan menggunakan Uji DMRT pada taraf nyata 5 % (Langai,
2003).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Panjang
Tanaman
Data hasil pengukuran terhadap panjang tanaman
oyong pada umur 14, 21 dan 28 hari setelah tanam (hst) serta hasil analisis
ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 7, 8 dan 9. Berdasarkan analisis ragam
menunjukkan bahwa dosis pupuk organik granul tidak memberikan respon terhadap panjang
tanaman oyong umur 14, 21, dan 28 hst.
Rerata panjang tanaman umur 14, 21, dan 28 hst disajikan pada Tabel 3,
sedangkan grafiknya dapat dilihat pada Gambar 1.
Tabel 3. Rerata panjang tanaman oyong umur 14, 21, dan 28
hst.
Perlakuan dosis
pupuk organik granul
|
Rerata Panjang Tanaman (cm)
|
||
14 hst
|
21 hst
|
28 hst
|
|
g0
g1
g2
g3
g4
|
21,10
23,95
21,85
25,45
29,65
|
68,40
74,25
67,70
88,40
94,75
|
156,42
185,45
168
202,45
203,80
|
Dari
Tabel 3 terlihat bahwa hasil perlakuan dosis pupuk organik granul tidak berbeda nyata
terhadap panjang tanaman oyong umur 14, 21, dan 28 hst.
Gambar 1. Grafik respon panjang tanaman oyong pada umur 14, 21, dan 28 hst terhadap pemberian
pupuk organik granul.
Dari Gambar 1 terlihat bahwa pada umur 14 hst, panjang
tanaman oyong yang paling besar adalah pada perlakuan g4 yaitu
29,65
cm,
umur 21 hst panjang tanaman yang paling besar adalah pada perlakuan g4 yaitu
94,75
cm,
umur 28 hst panjang tanaman yang paling besar adalah pada perlakuan g4
yaitu 203,80 cm.
Diameter Batang
Data hasil pengukuran terhadap diameter batang
tanaman oyong pada umur 14, 21 dan 28 hari setelah tanam (hst) serta hasil
analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran
10, 11 dan 12. Berdasarkan
analisis ragam menunjukkan bahwa dosis pupuk organik granul tidak memberikan
respon terhadap diameter batang tanaman umur 14, 21, dan 28 hst. Rerata diameter batang tanaman umur 14, 21,
dan 28 hst disajikan pada Tabel 4, untuk grafik rerata diameter batang tanaman
oyong dapat dilihat pada Gambar 2.
Tabel 4. Rerata diameter batang tanaman oyong umur 14,
21, dan 28 hst.
Perlakuan dosis
pupuk organik granul
|
Rerata Diameter Batang Tanaman (cm)
|
||
14 hst
|
21 hst
|
28 hst
|
|
g0
g1
g2
g3
g4
|
0,149
0,163
0,163
0,176
0,183
|
0,264
0,312
0,287
0,335
0,327
|
0,279
0,338
0,312
0,361
0,346
|
Dari Tabel 4 terlihat bahwa hasil
perlakuan dosis pupuk organik granul tidak berbeda nyata terhadap diameter batang tanaman
oyong umur 14, 21, dan 28 hst.
Gambar
2. Grafik respon
diameter batang tanaman oyong terhadap pemberian pupuk organik granul
Dari Gambar 2
terlihat bahwa pada umur 14 hst, diameter batang tanaman oyong yang paling besar
adalah pada perlakuan g4 yaitu 0,183
cm,
umur 21 hst diameter batang tanaman oyong yang paling besar adalah pada
perlakuan g3 yaitu 0,335 cm,
umur 28 hst diameter batang tanaman oyong yang paling besar adalah pada
perlakuan g3 yaitu 0,361 cm.
Umur
Tanaman Saat Berbunga
Dari hasil pengamatan, pemberian pupuk organik granul
tidak memberikan respon terhadap umur tamanan oyong saat berbunga pertama. Data hasil
pengamatan umur tanaman oyong saat berbunga pertama dan hasil analisis ragamnya
disajikan pada Lampiran 13. Rerata umur tanaman saat berbunga dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan
grafiknya dapat dilihat pada Gambar 3.
Tabel 5. Rerata umur
tanaman oyong saat berbunga.
Perlakuan dosis pupuk organik
granul
|
Rerata
umur tanaman oyong
saat berbunga (hari)
|
g0
|
31,40
|
g1
|
30,65
|
g2
|
30,90
|
g3
|
30,30
|
g4
|
30,25
|
Dari Tabel 5 terlihat bahwa hasil
perlakuan dosis pupuk organik granul tidak berbeda nyata terhadap umur tanaman
oyong saat berbunga.
Gambar 3. Grafik
respon waktu berbunga
pertama terhadap pemberian pupuk organik granul.
Dari Gambar 3 terlihat pemberian pupuk
organik granul tidak memberikan respon
terhadap umur tamanan oyong saat berbunga pertama, pada perlakuan g0,
rata-rata umur tanaman oyong saat
berbunga pertama adalah 31,40 hari, pada perlakuan g1 30,65 hari,
pada perlakuan g2 rata-rata umur tanaman oyong saat berbunga pertama adalah 30,90 hari,
pada perlakuan g3 rata-rata umur tanaman oyong saat berbunga pertama adalah 30,30 hari dan
pada perlakuan g4 rata-rata umur tanaman oyong saat berbunga pertama adalah 30,25 hari.
Jumlah
Buah Per Tanaman
Berdasarkan hasil analisis ragam jumlah buah per
tanaman menunjukkan bahwa dosis pupuk organik granul memberikan respon nyata
terhadap jumlah buah per tanaman. Data hasil pengamatan jumlah buah per tanaman
dan analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 14. Hasil uji beda nilai tengah rerata jumlah buah
oyong per tanaman dapat dilihat pada Tabel 6, sedangkan grafiknya dapat dilihat
pada Gambar 4.
Tabel 6. Hasil uji beda nilai tengah jumlah buah oyong per tanaman.
Perlakuan dosis pupuk organik
granul
|
Rata-rata jumlah buah
(buah)
|
g0
|
1,05 a
|
g1
|
1,10 a
|
g2
|
1,10 a
|
g3
|
1,30 ab
|
g4
|
1,60 b
|
Keterangan : Nilai
rerata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan perlakukan
tersebut tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5%.
Dari Tabel 6 terlihat bahwa pemberian dosis pupuk organik
granul pada perlakuan g4 jumlah buah oyong per tanaman berbeda nyata dengan
perlakuan g0, g1, g2 dan g3.
Gambar 4. Grafik respon
jumlah buah terhadap pemberian pupuk organik granul
Dari Gambar 4 terlihat
adanya respon pada tanaman oyong yaitu dengan peningkatan pada setiap peubah
terhadap pemberian pupuk organik granul. jumlah buah oyong paling banyak
terdapat pada perlakuan g4 atau setara dengan 4 kg/petak dengan
rerata 1,60 buah per tanaman.
Bobot
Basah Buah Per Tanaman
Berdasarkan hasil analisis ragam berat buah per tanaman menunjukkan bahwa
dosis pupuk organik granul memberikan respon yang sangat
nyata terhadap berat buah per tanaman. Data hasil pengamatan bobot basah buah
per tanaman dan analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 15. Hasil uji
beda nilai tengah rerata bobot basah
buah tanaman oyong dapat dilihat pada Tabel 7, sedangkan grafiknya dapat
dilihat pada Gambar 5.
Tabel 7. Hasil uji beda nilai
tengah rerata bobot basah buah oyong per
tanaman.
Perlakuan dosis pupuk organik
granul
|
Rerata bobot basah buah
(g)
|
g0
|
212,500 a
|
g1
|
267,000 ab
|
g2
|
272,500 ab
|
g3
|
333,000 b
|
g4
|
490,500 c
|
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti
oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan tersebut tidak
berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%.
Dari Tabel 7 terlihat bahwa
pemberian dosis pupuk organik granul memberikan respon sangat nyata terhadap
berat bobot basah buah per tanaman. Pada perlakuan g4 pada berat
buah oyong per tanaman berbeda sangat nyata dengan perlakuan g0, g1, g2 dan g3.
Gambar
5. Grafik respon berat buah oyong per
tanaman terhadap pemberian pupuk organik
granul
Dari Gambar 5 terlihat
adanya peningkatan pada setiap peubah terhadap pemberian pupuk organik granul. Bobot basah buah oyong
paling banyak terdapat pada perlakuan g4 atau setara dengan 4
kg/petak dengan rerata 490,500 g per tanaman.
Pembahasan
Hasil penelitian
menunjukkan, bahwa perlakuan dosis pupuk organik granul tidak memberikan respon
terhadap peubah yang diamati seperti panjang tanaman, dan diameter batang umur
14, 21 dan 28 hari setelah tanam.
Curah hujan yang tinggi
pada fase vegetatif dapat menghambat terhadap aktifitas pertumbuhan dan juga
mempengaruhi terhadap aktifitas akar oyong untuk menyerap unsur hara pada tanah,
sebab pertumbuhan akar oyong menjadi terganggu, selain itu curah hujan yang
tinggi ini juga berpengaruh terhadap keseimbangan nutrisi di dalam tanah, tidak adanya respon trehadap perlakuan pupuk organik granul pada setiap
peubah yang diamati ini juga diduga karena proses dekomposisi yang berjalan
lambat. Dwijoseputra (1994) dalam
Sulistiono (2004) menyatakan, bahwa faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban
dan pH mempengaruhi kerja mikroorganisme, sehingga kurang maksimal dalam
melakukan perombakan, akibatnya proses dekomposisi terhambat yang akhirnya
berpengaruh terhadap unsur hara yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan
tanaman, hal ini juga terlihat dari hasil analisis tanah yang menunjukkan pH 5,59
(Lampiran 5) yang dikategorikan agak masam.
Bedengan/petakan dibuat
dengan ukuran 1 m² sebanyak 25 petakan,
karena curah
hujan yang tinggi air hujan menjadi tergenang diantara
petakan sehingga
menimbulkan cekaman aerasi/kelebihan
air.
Kelebihan air
menyebabkan pori-pori tanah kekurangan oksigen sementara tanaman memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya. Hal senada juga diungkapkan
oleh FP UGM (2008), akibat genangan air yang berlebihan mengakibatkan kandungan
lengas
tanah diatas
kapasitas
lapangan, selain itu juga menimbulkan dampak yang buruk
terhadap pertumbuhan tanaman dengan menurunnya pertukaran gas
antara tanah dan udara yag mengakibatkan menurunnya ketersediaan O2
bagi akar, menghambat pasokan O2
bagi akar dan mikroorganisme (mendorong udara
keluar dari pori-pori tanah dan menghambat laju difusi.
Menurut Setiono (2012), tanah yang tergenang dapat membatasi pertumbuhan tanaman,
genangan mempengaruhi sifat fisik,
kimia dan biologi tanah. Struktur tanah rusak, daya rekat agregat lemah,
penurunan potensial redoks, peningkatan pH tanah masam, penurunan pH tanah
basa, perubahan daya hantar dan kekuatan ion, perubahan keseimbangan hara.
Tanaman akan menunjukkan gejala klorosis khas kahat N. Kekahatan N terjadi
karena penurunan ketersediaan N maupun penurunan penyerapannya. Pada kondisi
tergenang ketersediaan N dalam bentuk nitrat sangat rendah karena proses
denitrifikasi, nitrat diubah menjadi N2, NO, N2O, atau NO2
yang menguap ke udara. Pada proses denitrifikasi, nitrat digunakan oleh bakteri
aerob sebagai penerima elektron dalam proses respirasi.
Tanah yang mempunyai genangan air berdampak negatif terhadap
ketersediaan N, Selama proses
pertumbuhan dan perkembangan tanaman memerlukan berbagai unsur hara seperti N
yang dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif akar, batang, daun, cabang
tanaman, memberikan warna hijau pada daun tanaman yang berhubungan dengan
klorofil dalam perannya pada proses fotosintesis, berperan dalam mengatur
penggunaan fosfor dan kalium pada suatu tanaman. Penambahan unsur N diikuti
oleh meningkatnya kandungan senyawa yang mengandung N pada tanaman yang
bersangkutan seperti asam amino, protein, dan vitamin B. Tanaman yang
kekurangan unsur N menyebabkan daun-daun lebih kecil, dan mengalami gangguan
produksi enzim, sehingga reaksi-reaksi enzimatik tidak berjalan dengan baik.
Adapun efek samping dari kekurangan unsur N yaitu tanaman kerdil, sistem perakarannya terbatas serta
warna daun yang pucat (Wijaya, 2008).
Serapan hara dapat memberikan gambaran kemampuan tanaman menyerap hara
tertentu dalam hal ini nitrogen pada kondisi lingkungan tertentu khususnya
daerah perakaran, terlihat pada Lampiran 5 hasil analisis kandungan N-total pada
lahan penelitian relatif rendah, yaitu 0,16%, selain itu, pada Lampiran 6, kandungan N total yang terdapat pada pupuk organik granul
memiliki kriteria nilai tinggi yaitu 0,126%. Pada tanaman sayuran khususnya oyong, terpenuhinya kebutuhan unsur N dalam jumlah yang cukup
akan memacu pertumbuhan tanaman seperti
tinggi tanaman, diameter batang, pembentukan cabang dan daun, pertumbuhan pucuk
dan mengganti sel yang telah rusak. Selain itu unsur N juga bermanfaat bagi
pembentukan klorofil yang penting untuk proses fotosintesis sehingga dapat
meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman (Mangdeska, 2010).
Unsur nitrogen dalam jumlah yang
cukup akan memacu pertumbuhan vegetatif tanaman seperti tinggi tanaman,
pembentukan cabang, diameter batang dan daun. Perlakuan dosis
pupuk organik granul tidak memberikan respon yang nyata terhadap pertumbuhan
tinggi dan diameter batang oyong, diduga karena selain rendahnya unsur N awal
yang ada pada lahan penelitian, unsur N yang diharapkan dari pemupukan tersebut
diduga telah menguap ataupun tercuci akibat kondisi curah hujan yang tinggi pada
awal penanaman dan kelerengan tanah serta sifat dari pupuk organik granul yang
memerlukan dekomposisi yang cukup lama, sehingga belum sempat diambil dan
dimanfaatkan oleh tanaman untuk melakukan pertumbuhan, padahal unsur N sangat
diperlukan oleh tanaman untuk pembentukan klorofil, dan klorofil sendiri
merupakan akseptor dalam penyerapan cahaya matahari yang diperlukan tanaman
dalam proses fotosintesis agar dapat menghasilkan fotosintat yang diperlukan
tanaman untuk petumbuhan. Keadaan lahan penelitian yang terganggu akibat curah hujan
yang tinggi pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 16 (Gambar 4).
Hasil penelitian
menunjukkan, bahwa perlakuan dosis pupuk organik granul tidak memberikan respon
terhadap umur tanaman saat berbunga pertama, menurut Dwijoseputro (1978), pembungaan dan
pembuahan merupakan peristiwa-peristiwa penting dalam produksi tanaman.
Proses-proses ini dikendalikan baik oleh lingkungan terutama fotoperiode dan
temperatur, maupun oleh faktor-faktor genetik atau internal. Salah satu proses
perkembangan yang harus tepat waktu adalah proses pembungaan. Tanaman tidak
bisa berbunga terlalu cepat sebelum organ-organ penunjang lainnya siap, misalnya
akar dan daun lengkap. Faktor lingkungan merupakan faktor yang sangat erat
berhubungan dengan kehidupan tanaman, yang akan mempengaruhi proses-proses
fisiologi dalam tanaman. Semua proses fisiologi akan dipengaruhi oleh suhu dan
beberapa proses akan tergantung dari cahaya dan temperatur. Penyinaran cahaya
terhadap tanaman merupakan salah satu faktor eksternal yaitu faktor dari luar
yang mempengaruhi pembungaan
Oyong termasuk
tanaman yang umur panennya cepat, tidak adanya respon terhadap umur tanaman saat berbunga pertama hal ini diduga karena
unsur hara P yang terkandung pada pupuk pupuk organik granul dan unsur P yang
terdapat pada lahan penelitian masih belum diserap secara maksimal oleh tanaman.
Menurut Wijaya (2008), defisiensi
P dapat menekan jumlah bunga dan menunda inisiasi pembungaan. P merupakan komponen penyusun membran sel tanaman,
penyusun enzim-enzim, penyusun co-enzim, neukleotida (bahan penyusun asam
nukleat), P juga ambil bagian dalam sintesis protein, sintesis karbohidrat,
memacu pembentukan bunga. Hasil penelitian ini memang
menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk organik granul tidak memberikan respon
terhadap umur tanaman oyong saat berbunga pertama, namun pada penelitian ini rata-rata proses berbunga pertama semua sampel
tanaman oyong yang diteliti rata-rata hanya berkisar dalam kurun waktu 3 hari, yaitu pada saat tanaman oyong berumur 30, 31 dan 32 hst.
Hasil penelitian
menunjukkan, bahwa perlakuan dosis pupuk organik granul memberikan respon nyata
terhadap peubah yang diamati seperti jumlah buah per tanaman dan memberikan
respon sangat nyata terhadap berat bobot basah buah per tanaman. Didapati bahwa pemberian dosis pupuk organik granul
sebanyak 40
t.haˉ¹/petak merupakan dosis terbaik pada variabel pengamatan jumlah buah per tanaman dan bobot basah buah per tanaman terhadap tanaman oyong pada lahan rawa lebak.
Dosis 40
t.haˉ¹ atau
sebanyak 4 kg/petak, merupakan dosis tertinggi dari dosis yang ada, dimana pada
dosis inilah yang paling mencukupi kebutuhan tanaman oyong dalam mencapai hasil yang maksimal. Dosis pupuk organik yang tinggi dapat meningkatkan
kandungan bahan organik tanah dan tanah yang memiliki kandungan bahan organik
yang lebih tinggi menjadikan aktivitas mikroorganisme semakin meningkat. Unsur P berperan dalam
hal pembelahan sel, perkembangan akar, kekuatan batang, kekebalan terhadap
penyakit tertentu, pembentukan protein dan mineral. Tanaman yang kekurangan
unsur P gejala daun berwarna keunguan atau kemerahan. Unsur K berperan dalam
meningkatkan sistem perakaran, menghalangi efek rebah, dan penambahan kekebalan
tanaman terhadap penyakit. Tanaman yang kekurangan unsur K gejalanya batang dan
daun menjadi lemas/rebah, daun berwarna hijau gelap kebiruan tidak hijau segar
dan tidak sehat, ujung daun menguning dan kering, timbul bercak coklat pada
pucuk daun (Yoxx, 2008).
Pada fase generatif keadaan curah hujan pada
lahan penelitian ini sudah
kembali normal, unsur
P dan K yang terkandung pada pupuk organik granul tampak
jelas berperan bagi variabel yang berada pada fase ini, terutama pada hasil analisis ragam variabel jumlah
buah per tanaman dan bobot basah buah per tanaman, dimana hasil analisis ragam dari kedua variabel untuk jumlah
buah per tanaman memepunyai
respon nyata, serta mempunyai respon sangat nyata untuk bobot basah buah per tanaman, dan untuk kedua variabel tersebut menujukkan bahwa dosis 40 t.haˉ¹ atau setara dengan 4 kg/petak memiliki beda nyata terhadap taraf dosis 0 t.haˉ¹, 10 t.haˉ¹, 20 t.haˉ¹ dan 30 t.haˉ¹, sehingga dosis 40 t.haˉ¹
atau sebanyak 4 kg/petak ditetapkan sebagai dosis terbaik.
Menurut Lingga dan Marsono (2007), Pada fase
generatif dari terbentuknya buah seperti jumlah buah dan berat buah tentu saja
tidak lepas dari peranan unsur hara yang terdapat pada tanah dan penambahan
pupuk. Pada fase ini unsur hara makro P dan K berperan aktif, sebab unsur P
berfungsi untuk mempercepat pembungaan, pemasakan biji, dan buah. Unsur K
berfungsi untuk meperkuat bagian tubuh tanaman seperti daun, bunga dan buah
tidak mudah gugur, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan dan
penyakit serta meningkatkan mutu dari biji buah.
Pada fase generatif terutama pada hasil analisis ragam variabel
jumlah buah per tanaman yang mempunyai respon nyata, dan respon sangat nyata
pada bobot basah buah per tanaman, artinya
pada tanah masam pupuk organik granul mampu meningkatkan pH tanah
sehingga meningkatkan ketersediaan unsur P dan K pada tanaman. Penambahan hara N, P, K bagi tanaman
dari hasil mineralisasi oleh mikroorganisme, transformasi oleh mikroorganisme
menjadikan unsur hara tersedia bagi tanaman. Hal ini diduga pupuk organik granul sudah terdekomposisi sehingga unsur
hara yang terkandung dapat digunakan, dengan adanya proses dekomposisi dalam
bahan tersebut, maka unsur-unsur hara yang terkandung didalamnya dapat
digunakan oleh tanaman sebagai unsur yang tersedia. Karena dengan pemberian
pupuk organik granul akan menjadi bahan pengikat tanah sehingga unsur hara yang
terikat dengan tanah dapat terpecah dan unsur hara itu akan terserap oleh akar.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
penelitian maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.
Tanaman oyong
memperlihatkan respon terhadap pemberian dosis pupuk organik granul pada peubah
hasil yaitu jumlah buah dan berat buah, tapi tidak memperlihatkan respon pada
peubah pertumbuhan yaitu panjang tanaman, diameter batang dan umur tanaman saat
berbunga.
2.
Didapati bahwa pemberian dosis pupuk organik granul
sebanyak 40 t.haˉ¹ atau setara
dengan 4 kg/petak merupakan dosis terbaik pada variabel pengamatan jumlah buah
per tanaman dan bobot basah buah per tanaman terhadap tanaman oyong pada lahan
rawa lebak.
Saran
Berdasarkan
kesimpulan dari hasil penelitian maka dalam usaha budidaya tanaman sayuran
seperti oyong pada lahan rawa lebak khususnya di Desa Pasar Senin Kabupaten Hulu Sungai Utara, disarankan untuk:
1.
Membudidayakan tanaman oyong di lahan rawa lebak dengan dosis pupuk organik granul
sebanyak 40
t.haˉ¹
atau setara dengan 4 kg/petak.
2.
Melakukan penelitian lanjutan terhadap tanaman oyong dengan menggunakan pupuk organik lain agar diperoleh
inovasi-inovasi baru yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pertumbuhan
dan hasil tanaman oyong.
LAMPIRAN
Perhitungan keperluan pupuk organik granul
Contoh perhitungan pupuk organik granul
Luas 1 ha = 10.000 m2
Luas bedengan = 1 m x 1 m
= 1 m2
Dosis 0 ton. ha-1
1
m2 x 0 ton. ha-1= 0 kg/petak
10.000 m2
Dosis 10 ton. ha-1
1
m2 x 10 ton. ha-1= 0,001 ton = 1 kg/petak
10.000 m2
Dosis 20 ton. ha-1
1
m2 x 20 ton. ha-1= 0,002 ton = 2
kg/petak
10.000 m2
Dosis 30 ton. ha-1
1
m2 x 30 ton. ha-1= 0,003 ton = 3 kg/petak
10.000 m2
Dosis 40 ton. ha-1
1
m2 x 40 ton. ha-1= 0,004 ton = 4 kg/petak
10.000 m2
Deskripsi varietas oyong Hanoman F1
Uraian
|
Keterangan
|
Introduksi/asal
golongan/varietas
Tipe/bentuk pertumbuhan
Bentuk buah
Kulit buah
Warna buah
Tekstur buah
Rasa buah
Ukuran buah
Berat
buah
Umur panen
Potensi hasil
Persentase tumbuh
|
India
Hibrida
Merambat
Silindris
Halus
Hijau muda
Renyah
dan berserat disaat buah tua
Manis
Panjang 15- 30 cm dan diameter ± 4 cm
±
225 gr
± 42 hari setelah tanam
1-1,5 kg/tanaman
85%
|
Sumber : PT. Benih Citra Asia (2011)
Hasil analisis tanah rawa lebak
Hasil analisis tanah rawa lebak
Komponen
|
Nilai*
|
Kriteria**
|
C-organik
|
1,25 %
|
Rendah
|
N total
|
0.16 %
|
Rendah
|
P total
|
54,81 ppm
|
tinggi
|
K total
|
10,86 ppm
|
Rendah
|
pH H2O
|
5.59
|
Agak Masam
|
Sumber : *
Laboratorium Tanah, Tanaman dan Air, Balai Penelitian
Pertanian Lahan
Rawa (BALITTRA), 2011.
** Balittanah, 2005
Hasil analisis pupuk organik granul
No.
|
Parameter
|
Satuan
|
Kriteria Syarat Mutu Teknis
|
||
Hasil*)
|
Nilai**)
|
||||
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
C – organik
pH H2O
Kadar N total
Kadar total P
Kadar total K
Ca
Mg
Bahan Organik (BO)
Kandungan air
|
%
-
%
%
%
%
%
%
%
|
12.4
6. 80
0.420
1.123
0.514
13.40
1.2
14.40
15
|
> 5. 00
6,6 – 7, 5
> 0, 75
-
> 1, 0
11 – 20
1,1 – 2, 0
-
-
|
Tinggi
netral
tinggi
-
-
-
-
-
-
|
Sumber : *
) Laboratorium Tanah, Tanaman dan Air Balai Penelitian
Pertanian Lahan Rawa (BALITTRA),
2011.
**) Hardjowigeno (1995)
Data curah hujan.
Bulan
|
Total Curah
Hujan
(milimeter)
|
Jumlah Hari
Hujan
(hari)
|
April
|
309
|
20
|
Mei
|
115
|
13
|
Juni
|
89
|
8
|
Juli
|
54
|
15
|
Sumber
: Stasiun Kecamatan Amuntai Tengah (2012)
Data hasil pengamatan panjang tanaman umur 14 hari, hasil analisis ragam dan uji beda nyata DMRT 5% terhadap tinggi tanaman umur 14 hari
Data hasil pengamatan panjang tanaman umur 14 hari, hasil analisis ragam dan uji beda nyata DMRT 5% terhadap tinggi tanaman umur 14 hari
Perlakuan
|
Kelompok
|
Jumlah
|
Rata-rata
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
g0
|
12.75
|
22
|
24.25
|
21.25
|
25.25
|
105.5
|
21.1
|
g1
|
19
|
27.5
|
29.75
|
22.75
|
20.75
|
119.75
|
23.95
|
g2
|
14.75
|
24.75
|
22.25
|
30
|
17.5
|
109.25
|
21.85
|
g3
|
24.75
|
19
|
17.5
|
30.25
|
35.75
|
127.25
|
25.45
|
g4
|
35.5
|
24.75
|
26.25
|
29.75
|
32
|
148.25
|
29.65
|
J
|
106.75
|
118
|
120
|
134
|
131.25
|
610
|
24.4
|
SK
|
db
|
JK
|
KT
|
F
hitung
|
F
tabel
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Kelompok
|
4
|
96.425
|
24.10625
|
0.717
ns
|
3.01
|
4.77
|
Perlakuan
|
4
|
231.3
|
57.825
|
1.720
ns
|
3.01
|
4.77
|
Ε
|
16
|
537.775
|
33.61094
|
|||
Total
|
24
|
865.5
|
KK = 23,76%
Keterangan : * =
Berpengaruh nyata
** =
Berpengaruh sangat nyata
ns =
Tidak berpengaruh
Data
hasil pengamatan panjang tanaman
umur 21 hari, hasil analisis ragam dan uji beda nyata DMRT 5% terhadap tinggi tanaman umur 21
hari.
Perlakuan
|
K
|
Jumlah
|
Rata-Rata
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
g0
|
28.5
|
68.25
|
82.25
|
55
|
108
|
342
|
68.4
|
g1
|
31
|
83.25
|
98.75
|
96.75
|
61.5
|
371.25
|
74.25
|
g2
|
27.5
|
77.75
|
80
|
123.5
|
29.75
|
338.5
|
67.7
|
g3
|
76.5
|
51
|
35.75
|
131.75
|
147
|
442
|
88.4
|
g4
|
110
|
76.5
|
77.25
|
108.5
|
101.5
|
473.75
|
94.75
|
J
|
273.5
|
356.75
|
374
|
515.5
|
447.75
|
1967.5
|
78.7
|
SK
|
db
|
JK
|
KT
|
F
hitung
|
F
tabel
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Kelompok
|
4
|
6791.575
|
1697.894
|
1.587
ns
|
3.01
|
4.77
|
Perlakuan
|
4
|
2992.925
|
748.2312
|
0.699
ns
|
3.01
|
4.77
|
E
|
16
|
17114.88
|
1069.68
|
|||
Total
|
24
|
26899.38
|
KK = 41,55%
Keterangan : * =
Berpengaruh nyata
** =
Berpengaruh sangat nyata
ns =
Tidak berpengaruh
Data hasil pengamatan panjang
tanaman umur 28 hari, hasil
analisis ragam dan uji beda nyata DMRT 5% terhadap tinggi tanaman umur 28
hari.
Perlakuan
|
K
|
Jumlah
|
Rata-Rata
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
g0
|
71.25
|
175.75
|
221
|
124.25
|
191
|
783.25
|
156.65
|
g1
|
105.25
|
207.75
|
260.5
|
211
|
142.75
|
927.25
|
185.45
|
g2
|
89
|
226.25
|
232.25
|
235.25
|
57.25
|
840
|
168
|
g3
|
203.75
|
164.5
|
140.25
|
221.5
|
282.25
|
1012.25
|
202.45
|
g4
|
246.75
|
209.75
|
215.25
|
195.5
|
151.75
|
1019
|
203.8
|
J
|
716
|
984
|
1069.25
|
987.5
|
825
|
4581.75
|
183.27
|
SK
|
db
|
JK
|
KT
|
F
hitung
|
F
tabel
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Kelompok
|
4
|
16300.44
|
4075.11
|
1.084
ns
|
3.01
|
4.77
|
Perlakuan
|
4
|
8679.515
|
2169.879
|
0.577
ns
|
3.01
|
4.77
|
E
|
16
|
60147.29
|
3759.205
|
|||
Total
|
24
|
85127.24
|
KK = 33,45%
Keterangan : * =
Berpengaruh nyata
** =
Berpengaruh sangat nyata
ns =
Tidak berpengaruh
Data hasil pengamatan diameter
batang umur 14 hari, hasil analisis ragam dan uji beda nyata DMRT 5% terhadap diameter batang umur
14 hari.
Perlakuan
|
Kelompok
|
Jumlah
|
Rata-Rata
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
g0
|
0.1225
|
0.1375
|
0.1925
|
0.14
|
0.1525
|
0.745
|
0.149
|
g1
|
0.15
|
0.135
|
0.205
|
0.1975
|
0.1275
|
0.815
|
0.163
|
g2
|
0.13
|
0.135
|
0.175
|
0.2375
|
0.14
|
0.8175
|
0.1635
|
g3
|
0.17
|
0.1525
|
0.165
|
0.1825
|
0.2075
|
0.8775
|
0.1755
|
g4
|
0.18
|
0.165
|
0.1475
|
0.23
|
0.1925
|
0.915
|
0.183
|
J
|
0.7525
|
0.725
|
0.885
|
0.9875
|
0.82
|
4.17
|
0.1668
|
SK
|
db
|
JK
|
KT
|
F
hitung
|
F
tabel
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Kelompok
|
4
|
0.008977
|
0.002244
|
2.818
ns
|
3.01
|
4.77
|
Perlakuan
|
4
|
0.003402
|
0.00085
|
1.068
ns
|
3.01
|
4.77
|
E
|
16
|
0.012741
|
0.000796
|
|||
Total
|
24
|
0.025119
|
KK = 16,91%
Keterangan : * =
Berpengaruh nyata
** =
Berpengaruh sangat nyata
ns =
Tidak berpengaruh
Data
hasil pengamatan diameter batang
umur 21 hari, hasil analisis ragam dan uji beda nyata DMRT 5% terhadap diameter batang umur
21 hari.
Perlakuan
|
Kelompok
|
Jumlah
|
Rata-Rata
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
g0
|
0.235
|
0.2325
|
0.35
|
0.195
|
0.31
|
1.3225
|
0.2645
|
g1
|
0.2375
|
0.3625
|
0.36
|
0.3625
|
0.24
|
1.5625
|
0.3125
|
g2
|
0.255
|
0.3475
|
0.35
|
0.34
|
0.1425
|
1.435
|
0.287
|
g3
|
0.355
|
0.335
|
0.285
|
0.355
|
0.3475
|
1.6775
|
0.3355
|
g4
|
0.365
|
0.3425
|
0.3275
|
0.3275
|
0.27
|
1.6325
|
0.3265
|
J
|
1.4475
|
1.62
|
1.6725
|
1.58
|
1.31
|
7.63
|
0.3052
|
SK
|
Db
|
JK
|
KT
|
F
hitung
|
F
tabel
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Kelompok
|
4
|
0.017207
|
0.004302
|
1.191
ns
|
3.01
|
4.77
|
Perlakuan
|
4
|
0.017064
|
0.004266
|
1.182
ns
|
3.01
|
4.77
|
E
|
16
|
0.057766
|
0.00361
|
|||
Total
|
24
|
0.092036
|
KK = 19,68%
Keterangan : * =
Berpengaruh nyata
** =
Berpengaruh sangat nyata
ns =
Tidak berpengaruh
Data
hasil pengamatan diameter batang
umur 28 hari, hasil analisis ragam dan uji beda nyata DMRT 5% terhadap diameter batang umur
28 hari.
Perlakuan
|
K
|
Jumlah
|
Rata-Rata
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
g0
|
0.2525
|
0.2425
|
0.3775
|
0.205
|
0.3175
|
1.395
|
0.279
|
g1
|
0.245
|
0.3775
|
0.415
|
0.405
|
0.2475
|
1.69
|
0.338
|
g2
|
0.265
|
0.36
|
0.3725
|
0.37
|
0.1925
|
1.56
|
0.312
|
g3
|
0.365
|
0.34
|
0.3075
|
0.37
|
0.42
|
1.8025
|
0.3605
|
g4
|
0.3725
|
0.3825
|
0.345
|
0.3525
|
0.2775
|
1.73
|
0.346
|
J
|
1.5
|
1.7025
|
1.8175
|
1.7025
|
1.455
|
8.1775
|
0.3271
|
SK
|
db
|
JK
|
KT
|
F
hitung
|
F
tabel
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Kelompok
|
4
|
0.018608
|
0.004652
|
1.089
ns
|
3.01
|
4.77
|
Perlakuan
|
4
|
0.020666
|
0.005166
|
1.209
ns
|
3.01
|
4.77
|
E
|
16
|
0.068372
|
0.004273
|
|||
Total
|
24
|
0.107646
|
KK = 19,98%
Keterangan : * =
Berpengaruh nyata
** =
Berpengaruh sangat nyata
ns =
Tidak berpengaruh
Data hasil pengamatan waktu berbunga pertama, hasil analisis ragam dan uji beda nyata DMRT 5% terhadap waktu berbunga pertama.
Perlakuan
|
K
|
Jumlah
|
Rata-Rata
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
g0
|
35
|
30.5
|
30.5
|
32.25
|
28.75
|
157
|
31.4
|
g1
|
33.75
|
27.5
|
29
|
30.25
|
32.75
|
153.25
|
30.65
|
g2
|
36
|
28.75
|
28.75
|
29
|
32
|
154.5
|
30.9
|
g3
|
29.5
|
33
|
32
|
29.5
|
27.5
|
151.5
|
30.3
|
g4
|
28
|
32.25
|
29.25
|
30.5
|
31.25
|
151.25
|
30.25
|
J
|
162.25
|
152
|
149.5
|
151.5
|
152.25
|
767.5
|
30.7
|
SK
|
Db
|
JK
|
KT
|
F
hitung
|
F
tabel
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Kelompok
|
4
|
20.075
|
5.01875
|
0.806
ns
|
3.01
|
4.77
|
Perlakuan
|
4
|
4.475
|
1.11875
|
0.180
ns
|
3.01
|
4.77
|
Ε
|
16
|
99.575
|
6.223438
|
|||
Total
|
24
|
124.125
|
KK = 8,12%
Keterangan : * =
Berpengaruh nyata
** =
Berpengaruh sangat nyata
ns =
Tidak berpengaruh
Data
hasil pengamatan jumlah buah, hasil analisis ragam dan uji
beda nyata DMRT 5% terhadap jumlah buah.
Perlakuan
|
K
|
Jumlah
|
Rata-Rata
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
g0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1.25
|
5.25
|
1.05
|
g1
|
1
|
1.25
|
1
|
1
|
1.25
|
5.5
|
1.1
|
g2
|
1
|
1.25
|
1.25
|
1
|
1
|
5.5
|
1.1
|
g3
|
1.75
|
1
|
1
|
1.5
|
1.25
|
6.5
|
1.3
|
g4
|
1.5
|
1
|
1.75
|
2
|
1.75
|
8
|
1.6
|
J
|
6.25
|
5.5
|
6
|
6.5
|
6.5
|
30.75
|
1.23
|
SK
|
Db
|
JK
|
KT
|
F
hitung
|
F
tabel
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Kelompok
|
4
|
0.14
|
0.035
|
0.528
ns
|
3.01
|
4.77
|
Perlakuan
|
4
|
1.04
|
0.26
|
3.925
*
|
3.01
|
4.77
|
E
|
16
|
1.06
|
0.06625
|
|||
Total
|
24
|
2.24
|
KK = 20,92%
Keterangan : * =
Berpengaruh nyata
** =
Berpengaruh sangat nyata
ns =
Tidak berpengaruh
Data hasil pengamatan bobot basah buah, hasil analisis ragam dan uji beda nyata DMRT 5% terhadap bobot basah buah.
Perlakuan
|
K
|
Jumlah
|
Rata-Rata
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
g0
|
167.5
|
225
|
235
|
192.5
|
242.5
|
1062.5
|
212.5
|
g1
|
185
|
345
|
285
|
237.5
|
282.5
|
1335
|
267
|
g2
|
210
|
285
|
332.5
|
317.5
|
217.5
|
1362.5
|
272.5
|
g3
|
435
|
270
|
277.5
|
362.5
|
320
|
1665
|
333
|
g4
|
447.5
|
355
|
535
|
620
|
495
|
2452.5
|
490.5
|
J
|
1445
|
1480
|
1665
|
1730
|
1557.5
|
7877.5
|
315.1
|
SK
|
db
|
JK
|
KT
|
F
hitung
|
F
tabel
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Kelompok
|
4
|
11671
|
2917.75
|
0.608
ns
|
3.01
|
4.77
|
Perlakuan
|
4
|
228703.5
|
57175.88
|
11.92
**
|
3.01
|
4.77
|
E
|
16
|
76744
|
4796.5
|
|||
Total
|
24
|
317118.5
|
KK
= 21,97%
Keterangan : * =
Berpengaruh nyata
** =
Berpengaruh sangat nyata
ns =
Tidak berpengaruhPupuk organik granul
Tanah yang telah dipupuk selama 28 hari
Pemasangan turus/ajir dan rambat/pagar
Pembagian kelompok
Pengukuran tinggi tanaman oyong
Pengukuran diameter batang tanaman oyong
Tanaman oyong umur 2 minggu
Pemasangan tali diatas turus untuk penjalaran
Tanaman oyong yang berbunga
Tanaman oyong mulai berbuah
Buah oyong
Perawatan dan pembersihan dari hama
Panen
Penimbangan berat buah oyong
Hasil panen
It's me, he-he...
DAFTAR PUSTAKA
.........................................................................................................................................................
Terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada semua yang telah berkunjung ke blog saya yang sederhana ini, mohon jangan lupa isi kolom komentarnya, saran dan masukannya sangat saya harapkan, untuk daftar pustaka silahkan hubungi langsung saya di no telpon:
.........................................................................................................................................................
Terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada semua yang telah berkunjung ke blog saya yang sederhana ini, mohon jangan lupa isi kolom komentarnya, saran dan masukannya sangat saya harapkan, untuk daftar pustaka silahkan hubungi langsung saya di no telpon:
0852-5177-5177
-----------------------------------------------
4 komentar:
assalamualaikum,
salam pertanian,
untuk daftar pustakanya mohon dicantumlan gan, guna untuk referensi.
terimakasih atas tanggapannya.
Waalaikum salam wrwb....
Mhon maaf untuk daftar pustaka memang sengaja tidak dimuat di blog ini, untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan, untuk lebih jelasnya bisa langsung hubungi saya, trm ksh..
Info: Untuk Proposal penilitiannya dapat dlihat pada postingan sbelumnya, trmksh..
Posting Komentar