Kamis, 29 November 2012

Proposal respon pertumbuhan dan hasil tanaman oyong (Luffa acutangula) terhadap pemberian pupuk organik granul pada lahan rawa lebak


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Oyong (Luffa acutangula) atau ridged gourd, disebut juga gambas, emes atau kimput (Sunda) dan timput (Palembang). Tanaman ini termasuk dalam famili Cucurbitaceae, berasal dari India, namun telah beradaptasi dengan baik di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Oyong (Luffa acutangula) termasuk golongan sayuran buah seperti semangka, mentimun, terong, dan  labu siam, tanaman ini merupakan sayuran yang rasanya enak dan dingin. Buahnya dapat dibuat sayur lodeh , oseng-oseng, sop, sayur bening, dikukus dan dilalap, sedangkan daunnya yang masih muda juga dapat dibuat sayur (Soedijanto dan Warsito, 1978).
Menurut Sunarjono (2009), kelebihan oyong (Luffa acutangula) dibandingkan tanaman sejenis lainnya yaitu tanaman ini dapat di budidayakan di dataran rendah maupun dataran tinggi. Pertumbuhannya pun mudah, tidak harus memerlukan perawatan yang khusus, hanya memerlukan turus/ajir sebagai media rambatannya karena oyong adalah tipe tanaman yang batangnya merambat, namun oyong dapat juga dirambatkan pada pagar-pagar atau pohon-pohon yang ada di sekitarnya dan umur panen tanaman oyong  juga tergolong cukup cepat (Lembaga Biologi Nasional, 2007).
Menurut Soedijanto dan Warsito (1978), buah oyong dapat digunakan sebagai obat bagi penderita penyakit demam. Di dalam tubuh manusia, buah oyong mempunyai khasiat untuk membersihkan darah. Daunnya yang masih muda (pucuknya) pun dapat disayur, sementara buah oyong yang telah tua dan kering baik sekali untuk spons penggosok untuk mencuci. Buah oyong juga mengandung vitamin  A , B dan C yang bagus untuk sistem kekebalan tubuh (Sunarjono, 2009).
Data potensi tanaman oyong (Luffa acutangula) di Kabupaten Hulu Sungai Utara hingga saat ini masih belum ada.  Para petani di Kabupaten HSU umumnya menanam tanaman lain seperti padi, jagung, tomat, cabe, kacang tanah, terong, labu, dan lain-lain (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2010).
Menurut Sunarjono (2009), tanaman ini membutuhkan tanah yang cukup mengandung air, tetapi tidak tergenang atau becek. Tanaman ini dapat tumbuh baik pada tanah yang subur, gembur, serta mempunyai pH tanah antara 6-7.  
Kendala utama untuk budidaya tanaman oyong (Luffa acutangula) pada lahan rawa lebak selama ini adalah genangan air dan kadang-kadang datangnya air secara tiba-tiba. Tanah rawa lebak juga dikenal memiliki sifat dan watak tanah sulfat masam yang mempengaruhi pada sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Lahan rawa lebak hampir merata terdapat di wilayah Kalimantan Selatan, begitu juga dengan Hulu Sungai Utara yang merupakan salah satu kabupatennya. Potensi lahan rawa lebak di Kabupeten Hulu Sungai Utara terbilang cukup luas, dari 37.498 ha luas potensial baru 24.182 ha yang telah dimanfaatkan untuk budidaya pertanian khususnya padi. Lahan rawa lebak di Kabupaten Hulu Sungai Utara merupakan lahan yang kondisi airnya dipengaruhi oleh air hujan, baik yang turun di daerah setempat maupun di daerah hulunya (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2010).
Lahan rawa lebak adalah wilayah daratan yang mempunyai genangan hampir  sepanjang  tahun, minimal selama tiga bulan dengan genangan minimal 50 cm. Hal yang menjadi permasalahan pada lahan tersebut adalah sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang kurang menguntungkan untuk tanaman sayur (Noor, 2004).
Sifat fisik berpengaruh pada warna tanah, kematangan tanah, dan permeabilitas tanah (sifat tekstur, struktur dan konsistensi tanah).  Sifat kimia tanah akan berpengaruh pada kemasaman tanah (pH), salinitas (kegaraman), dan ketersediaan hara.  Sedangkan sifat biologi tanah berpengaruh pada bakteri perombak bahan organik, bakteri pereduksi sulfat dan besi serta bakteri pengoksidasi besi dan pirit (Noor, 2004).
Sifat biologi tanah, tanah dihuni oleh bermacam-macam mikroorganisme. Jumlah setiap mikroorganisme sangat bervariasi, ada yang terdiri dari beberapa individu, akan tetapi jumlahnya ada yang mencapai jutaan per gram tanah. Mikroorganisme tanah itulah yang bertanggung jawab atas pelapukan bahan organik dan pendauran unsur hara. Dengan demikian mereka mempunyai pengaruh terhadap sifat fisik dan kimia tanah (Annas, 1989).
Berdasarkan hasil analisis laboratorium kimia, fisika dan bilogi tanah vakultas pertanian UNLAM (2012), lahan rawa lebak  di tempat penelitian  yang akan digunakan sebagai lahan penelitian mengandung pH yang agak masam yaitu 5,59. N yang rendah 0,16%. P yang cukup tinggi 54,81 PPM dan K yang rendah yaitu 10,86 PPM, kandungan lahan rawa lebak di tempat penelitian dapat dilihat pada lampiran
Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan  sisa - sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk organik mengandung banyak bahan organik, sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian (Haryono, 2011)
Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian, diantaranya yaitu mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik granul dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan.  peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisika, kimia biologi tanah serta lingkungan. Bahan organik juga berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman.  Penambahan bahan organik di samping sebagai sumber hara bagi tanaman, juga sebagai sumber energi dan hara bagi mikroba (Haryono, 2011).
Pupuk orrganik granul mengandung asam humik dan asam fulvat. Menurut Halim (2008), asam humik dan asam fulvat yang terdapat pada POG memiliki peranan seperti homon yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman dan dapat pula meningkatkan nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah artinya tanaman akan lebih mudah menyerap unsur hara.
Menurut Isroi (2009), manfaat pupuk organik granul juga sangat bagus dan menguntungkan seperti dapat memperbaiki struktur tanah menjadi lebih gembur, sehingga memudahkan akar tanaman menembus dalam tanah, dapat membantu penyediaan hara bagi tanaman secara teratur dan seimbang.
Untuk meningkatkan produksi oyong di lahan rawa lebak yang mempunyai  karakter tanah ber pH  rendah dan kurang subur  maka selain dengan pengapuran untuk menaikkan pH tanah juga perlu dilakukan pemberiaan pupuk untuk memenuhi  ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Simatupang, et. all, (2005), mengenai tanggap hasil varietas mentimun terhadap pemakaian pupuk organik di lahan lebak, pengelolaan bahan organik sebanyak 2,5 ton/ha menunjukkan beda nyata terhadap pertumbuhan dan hasil varietas yang ditanam. Varietas Hercules dapat memberikan hasil tertinggi yakni 29,99 ton/ha selanjutnya diikuti oleh varietas Panda dan Hijau Roket masing-masing 18,56 dan 9,43 ton/ha.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai respon pertumbuhan dan hasil tanaman oyong (Luffa acutangula)  terhadap pemberian pupuk organik granul pada lahan rawa lebak.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang diteliti adalah :
1.      Bagaimana respon pertumbuhan dan hasil tanaman oyong (Luffa acutangula) terhadap pemberian pupuk organik granul pada lahan rawa lebak ?
2.      Berapakah dosis pupuk organik granul terbaik yang memberikan respon terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman oyong (Luffa acutangula) pada lahan rawa lebak ?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1.      Mengetahui respon pertumbuhan dan hasil  tanaman oyong (Luffa acutangula) terhadap pemberian pupuk organik granul pada lahan rawa lebak.
2.      Mendapatkan dosis pupuk organik granul terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman oyong (Luffa acutangula) pada lahan rawa lebak.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah :
1.      Terdapat respon pertumbuhan dan hasil tanaman oyong  (Luffa acutangula)  terhadap pemberian pupuk organik granul pada lahan rawa lebak.
2.      Terdapat dosis terbaik dari pupuk organik granul yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman oyong (Luffa acutangula) pada lahan rawa lebak.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi di kalangan akademik, pihak terkait dan masyarakat khususnya agar dapat memanfaatkan pupuk organik granul untuk budidaya tanaman oyong skala kecil maupun besar.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Dan Morfologi Tanaman Oyong (Luffa acutangula)
Oyong (Luffa acutangula) atau ridged gourd, disebut juga gambas, emes atau kimput (Sunda) dan timput (Palembang). Oyong (Luffa acutangula) adalah salah satu tanaman berbulu dan merambat yang mempunyai buah bulat panjang yang berbentuk  belimbing dengan panjang 15-30 cm dan diameter 2-4 cm serta mempunyai rusuk-rusuk yang jelas kelihatan dan mengecil makin ke pangkalnya, sehingga penampang melintangnya seperti roda-roda yang bergerigi (Lembaga Biologi Nasional, 2007).
Klasifikasi tanaman :
Kingdom         : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi    : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi               : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas               : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas        : Dilleniidae
Ordo                : Violales
Famili              : Cucurbetaceae
Genus              : Luffa
Spesies            : Luffa acutangula
Oyong (Luffa acutangula) berasal dari India, namun telah beradaptasi dengan baik di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Tanaman ini termasuk golongan sayuran buah atau termasuk dalam famili Cucurbitaceae seperti semangka, ketimun, terong, dan  labu, tanaman ini merupakan sayuran yang rasanya enak dan dingin, buahnya dapat dibuat sayur lodeh, oseng-oseng, sop, sayur bening, dikukus dan dilalap, daunnya digunakan untuk lalab dan dapat digunakan untuk obat bagi penderita demam (Soedijanto dan Warsito 1978).
Menurut Sunarjono (2009), Oyong (Luffa acutangula) merupakan tananaman merambat dengan alat pemegang yang berbentuk pilin batangnya panjang dan umumnya daunnya lebar berlekuk menjari dengan bulu halus, tanaman ini mempunyai daun beraroma segar dan berakar samping yang kuat dan agak dalam, saat muda buahnya berwarna hijau dan tidak banyak mengandung air, setelah tua buahnya berwarna kuning keputih-putihan atau abu-abu.
Syarat Tumbuh Tanaman Oyong (Luffa acutangula)
Iklim
Tanaman ini cocok pada iklim kering, dengan ketersediaan air yang cukup sepanjang musim, lingkungan tumbuh yang ideal bagi tanaman oyong adalah di daerah yang bersuhu 18-240C, dan kelembaban 50-60%. Oyong termasuk tanaman  sayuran yang tidak tahan terhadap hujan semasa pertumbuhannya, sehingga umumnya petani menanam oyong pada musim kemarau atau pada awal musim kemarau, biasanya pada bulan Maret - April. Apabila terlalu banyak turun hujan, maka buahnya akan banyak menjadi rusak (Soedijanto dan Warsito 1978).
Media Tanam
Menurut Sunarjono (2009), tanaman oyong (Luffa acutangula)  merupakan tanaman sayuran yang dapat ditanam di dataran  rendah maupun dataran tinggi (pegunungan). Tanaman ini termasuk tanaman memanjat/merambat. Tanaman oyong toleran terhadap berbagai jenis tanah, hampir semua jenis tanah bisa untuk ditanami oyong. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, tanaman ini membutuhkan tanah yang subur, beraerasi dan berdrainase baik, serta mempunyai pH 6,5. Jarak lubang tanam 60 cm (Soedijanto dan Warsito, 1978).
Hama dan Penyakit
Hama
Hama yang dapat menyerang pada tanaman oyong ialah cacantal (seperti ulat), gejalanya daun menjadi korokan. Chrysomelidae (Aula copora), gejalanya menyebabkan daun dan buah berlubang. Liriomyza sp, gejalanya menyebabkan korokan pada daun. Ulat(Pyrallidae), gejalanya daun menjadi trasnparan. Thrips, gejalanya banyak terdapat di permukaan bawah daun sehingga daun menjadi kering (Adnyani, 2010).
Menurut Sutrisno (2010), hama yang dapat menyerang tanaman oyong diantaranya adalah kumbang daun, ulat grayak, ulat tanah dan lalat buah. Pengendalian hama tersebut dilakukan tergantung pada hama yang menyerang. Bila harus menggunakan pestisida, gunakan pestisida yang relatif aman sesuai rekomendasi dan penggunaan pestisida hendaknya tepat dalam pemilihan jenis, dosis, volume semprot, waktu aplikasi, interval aplikasi serta cara aplikasinya.
Penyakit
Penyakit yang ditemukan pada tanaman oyong adalah menguningnya dan berlubangnya daun oyong. Munculnya bercak-bercak kuning pada daun oyong menandakan bahwa tanaman oyong terserang penyakit. Bercak tersebut lama-lama menyebabkan daun menguning dan menjadi kering dan akhirnya buah oyong bisa membusuk (Adnyani, 2010).
Menurut Sutrisno (2010), penyakit yang bias menyerang tanaman oyong adalah busuk daun, embun tepung, antraknos, layu bakteri dan virus mosaik. Pemberantasan hama dan penyakit pada tanaman oyong dapat dilakukan dengan membersihkan daerah di sekitar bedengan termasuk mencabuti rumput  liar atau gulma yang ada di sekitar tanaman serta menyemprotkan pestisida  yang relatif aman untuk membunuh hama yang dapat menjadi salah satu faktor perantara penyakit yang menyerang tanaman oyong (Adnyani, 2010).
Panen
Ciri dan Umur Panen
Panen dapat dilakukan setelah tanaman berumur 6-8 minggu, pungutan ini jangan sampai terlambat dilakukan, sebab buahnya akan menjadi banyak berserat  sehinga mempengaruhi rasa buah tersebut. Pungutan ini kita ulangi setiap minggu sekali , tanaman yang baik akan menghasilkan  1,5 kg buah per pohon atau 10 ton buah per HA (Soedijanto dan Warsito 1978).
Lahan Rawa Lebak
Lahan rawa lebak merupakan lahan yang dipengaruhi oleh iklim tropika basah dengan curah hujan antara 2.000-3.000 mm per tahun. Bahan induk tanah rawa lebak umumnya berupa endapan alluvial sungai, endapan marin, atau gambut. Sifat fisik tanah dari lahan rawa lebak umumnya tergolong masih mentah, sebagian melumpur, kandungan lempung (clay) tinggi atau gambut tebal dengan berbagai taraf kematangan. Lapisan bawah sering berupa lapisan pirit (FeS2) yang berpotensi masam; atau pasir kuarsa yang miskin hara menjadikan sifat kimia dan biologi tanah pada lahan rawa lebak  tergolong sedang sampai sangat jelek (Farina, 2008).
Menurut Farina (2008), kesuburan tanah yang cenderung jelek ini juga disebabkan oleh hidrologi atau sistem tata air yang buruk. Ketersediaan sarana dan prasarana tata air yang belum memadai sehingga kinerja pengatusan (drainage), pelindian (leaching), dan penggelontoran (flushing) belum mampu mempercepat perkembangan tanah.
Sifat fisik lahan rawa lebak umumnya tergolong masih mentah, sebagian melumpur, kandungan lempung yang tinggi, atau gambut tebal dengan berbagai taraf kematangan dari mentah (fibrik) sampai matang (saprik). Lapisan bawah dapat berupa lapisan pirit (FeS2) yang berpotensi masam atau pasir kuarsa yang miskin unsur hara. Sifat kimia, kesuburan dan biologi tanah tergolong sedang sampai sangat jelek. Adapun sifat kimia lahan rawa lebak sangat tergantung pada jenis tanah. Umumnya kemasaman berkisar pada pH 3,5 - 4,0 untuk yang tergolong jenis tanah sulfat masam aktual (untuk ordoInceptisol), yaitu tanah yang telah terbuka dan mengalami perkembangan kematangan sampai matang, untuk tanah sulfat masam potensial (ordo entisol), yaitu tanah yang umumnya mentah, tereduksi dan pH 4,0 - 5,0 (Noor, 2007).
Sifat biologi tanah, tanah dihuni oleh bermacam-macam mikroorganisme. Jumlah tiap mikroorganisme sangat bervariasi, ada yang terdiri dari beberapa individu, akan tetapi jumlahnya ada yang mencapai jutaan per gram tanah. Mikroorganisme tanah itulah yang bertanggung jawab atas pelapukan bahan organik dan pendauran unsur hara. Dengan demikian mereka mempunyai pengaruh terhadap sifat fisik dan kimia tanah (Annas, 1989).
Lahan rawa lebak hampir merata terdapat di wilayah Kalimantan Selatan, begitu juga dengan Hulu Sungai Utara yang merupakan salah satu kabupatennya. Potensi lahan rawa lebak di Kabupeten Hulu Sungai Utara terbilang cukup luas, dari 37.498 ha luas potensial baru 24.182 ha yang telah dimanfaatkan untuk budidaya pertanian khususnya padi. Lahan rawa lebak di Kabupaten Hulu Sungai Utara merupakan lahan yang kondisi airnya dipengaruhi oleh air hujan, baik yang turun di daerah setempat maupun di daerah hulunya. Berdasarkan genangan airnya lahan ini dibedakan dalam 3 zona hidrotopografi (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2004).
Zona lebak pematang yaitu lahan dengan genangan airnya relatif dangkal (< 50 cm) potensi zona ini seluas 9.134 ha, yang telah dimanfaatkan seluas 5.949 ha. Zona lebak tengahan yaitu lahan dengan gengangan air relatif dalam (50-100 cm) potensi zona ini seluas 15.377 ha, yang telah dimanfaatkan seluas 13.462 ha. Zona lebak dalam yaitu lahan dengan genangan airnya relatif sangat dalam (> 100 cm) dengan potensi lahan 12.987 ha, dan yang telah dimanfaatkan seluas 4.771 ha (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2004).
Pupuk Organik Granul
Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan  sisa -sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk organik mengandung banyak bahan organik, yang pada umumnya sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian (Haryono, 2011)
Bahan organik merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Beberapa mikroorganisme yang beperan dalam dekomposisi bahan organik adalah fungi, bakteri dan aktinomisetes. Di samping mikroorganisme tanah, fauna tanah juga berperan dalam dekomposi bahan organik antara lain yang tergolong dalam protozoa, nematoda,  Collembola, dan cacing tanah. Fauna tanah ini berperan dalam proses mineralisasi atau pelepasan hara, bahkan ikut bertanggung jawab terhadap pemeliharaan struktur tanah (Tian, et. all., 1997 dalam Atmojo, 2003).
Pupuk organik granul mengandung unsur hara makro dan mikro diperkaya dengan mikroorgnisme menguntungkan yang dapat menekan bakteri yang merugikan, mempercepat proses penyuburan tanah, memperbaiki tingkat pertukaran kation dalam tanah, sehingga memudahkan unsur-unsur hara terserap oleh akar tanaman. Manfaat dari pupuk organik granul adalah untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah yang banyak memiliki peranan penting di dalam tanah.  Bahan organik tanah menjadi salah satu indikator kesehatan tanah karena memiliki beberapa peranan kunci di tanah.  Peranan-peranan kunci bahan organik tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, dalam fungsi biologi yaitu menyediakan makanan dan tempat hidup (habitat) untuk organisme (termasuk mikroba) tanah, menyediakan energi untuk proses-proses biologi tanah,  memberikan kontribusi pada daya pulih (resiliansi) tanah . Dalam fungsi kimia yaitu merupakan ukuran kapasitas retensi hara tanah, penting untuk daya pulih tanah akibat perubahan pH tanah dan menyimpan cadangan hara penting, khususnya N dan K. Dalam fungsi fisika yaitu  mengikat partikel-partikel tanah menjadi lebih remah untuk meningkatkan stabilitas struktur tanah, meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air dan perubahahan moderate terhadap suhu tanah. Fungsi-fungsi bahan organik tanah  ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya.  Sebagai salah satu contoh bahan organik tanah menyediakan nutrisi untuk aktivitas mikroba yang juga dapat meningkatkan dekomposisi bahan organik, meningkatkan  stabilitas agregat tanah, dan meningkatkan daya pulih tanah (Isroi, 2009)
Menurut Garsoni (2010), manfaat dari pupuk organik granul adalah untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah.  Bahan organik tanah menjadi salah satu indikator kesehatan tanah karena memiliki beberapa peranan kunci di tanah.  Peranan-peranan kunci pupuk organik granul praktis dapat diaplikasikan sebagai pupuk dasar, menghemat pemakaian pupuk kimia (anorganik) sebesar 35-50% , dapat dipakai sebagai pupuk dasar dan atau pupuk susulan. Dosis pemakaian untuk tanaman pangan (padi, kedelai, jagung, kacang tanah, padi huma dan sejenisnya) : 1–2 t.haˉ¹ diberikan sebelum tanam (setelah pengolahan tanah) dengan cara ditabur. Pemberian granul pada tanaman pangan dapat juga ditaburkan pada usia padi 20–25 hari, untuk tanaman hortikultura (sayuran, cabe, kentang, kubis dan sejenisnya) 2–4 t.haˉ¹, diberikan pada sebelum atau saat tanam dengan pembuatan larikan atau di sekitar tanaman dan untuk tanaman perkebunan: 2,5-5 kg/pohon, diberikan di sekitar perakaran dengan cara membuat parit melingkar.
Pupuk organik granul secara aplikasinya termasuk dalam jenis pupuk akar, artinya pemberian pupuk umumnya dibenamkan ke dalam tanah dekat dengan akar tanaman agar unsur hara yanga ada di dalam pupuk dapat diserap setelah pupuk mengurai  menjadi ion-ion yang dibutuhkan tanaman, pada penelitian ini perlakuan pupuk oranik granul diberikan 30 hari sebelum dilakukan penanaman, karena pupuk organik granul sama seperti bahan organik lainnya yang ditambahkan ke dalam tanah, sebelum tanaman dapat menyerap hara dari pupuk organik, pupuk harus terlebih dahulu terdekomposisi sempurna sehingga ion-ion yang dibutuhkan tanaman sudah dalam bentuk tersedia dan dapat diserap oleh tanaman, sehingga pemberian pupuk sebaiknya diberikan sebelum dilakukan penanaman.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Simatupang, et. all, (2005), mengenai tanggap hasil varietas mentimun terhadap pemakaian pupuk organik di lahan lebak, pengelolaan bahan organik sebanyak 2,5 ton/ha menunjukkan beda nyata terhadap pertumbuhan dan hasil varietas yang ditanam. Varietas Hercules dapat memberikan hasil tertinggi yakni 29,99 ton/ha selanjutnya diikuti oleh varietas Panda dan Hijau Roket masing-masing 18,56 dan 9,43 ton/ha.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurhidayah (2011), membudidayakan tanaman mentimun pada lahan gambut dengan dosis pupuk organik granul sebanyak 5 ton.haˉ¹ memberikan pengaruh sangat nyata pada varibel pengamatan masa vegetatif yaitu tinggi tanaman pada umur 14, 21 dan 28 hari setelah tanam, serta berpengaruh sangat nyata pada pengamatan masa generatif yaitu pada jumlah buah per tanaman, panjang buah per tanaman dan berat buah per tanaman.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Husna (2011), perlakuan pupuk organik granul terbaik pada tanaman buncis pada lahan rawa lebak yakni pada dosis  20 ton.haˉ¹, didapati bahwa pemberian dosis pupuk organik granul sebanyak 20  t.ha ˉ¹ terhadap tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.) pada lahan rawa lebak merupakan dosis terbaik pada variabel pengamatan tinggi tanaman, jumlah cabang produktif,  jumlah polong per tanaman, bobot basah polong per tanaman dan panjang polong per tanaman, pada penelitian ini tidak menggunakan pupuk kimia sebagai tambahan atau perlakuan pupuk organik granul bukan sebagai subtitusi bersama pupuk kimia.
Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan adalah peristiwa perubahan biologi yang terjadi pada makhluk hidup berupa pertambahan ukuran (volume, massa, dan tinggi) yang bersifat tidak kembali ke asal, dapat diukur serta dinyatakan secara kuantitatif. Auksanometer adalah suatu alat untuk mengukur pertumbuhan memanjang suatu tanaman, yang terdiri atas sistem kontrol yang dilengkapi jarum penunjuk pada busur skala atau jarum yang menggaris pada silinder pemutar (Yunita, 2011).
Perkembangan adalah proses menuju tercapainya kedewasaan atau tingkat yang lebih sempurna (kompleks). Peristiwa diferensiasi menghasilkan perbedaan yang tampak pada struktur dan fungsi masing-masing organ, sehingga perubahan yang terjadi pada organisme tersebut semakin kompleks, proses perkembangan ini berlangsung secara kualitatif (Yunita, 2011).
Tahap awal pertumbuhan mula-mula biji melakukan imbibisi atau penyerapan air sampai ukuran bijinya bertambah dan menjadi lunak. Saat air masuk ke dalam biji, enzim-enzim mulai aktif sehingga menghasilkan berbagai reaksi kimia. Kerja enzim ini antara lain, mengaktifkan metabolisme di dalam biji dengan mensintesis cadangan makanan sebagai persediaan cadangan makanan pada saat perkecambahan berlangsung. Perkecambahan terjadi karena pertumbuhan radikula (calon akar) dan pertumbuhan plumula (calon batang). Faktor yang memengaruhi perkecambahan adalah air, kelembapan, oksigen, dan suhu. Perkecambahan biji ada dua macam, yaitu tipe perkecambahan di atas tanah (Epigeal), dan tipe perkecambahan di bawah tanah (hipogeal). Tipe perkecambahan di atas tanah (Epigeal) hipokotil memanjang sehingga plumula dan kotiledon ke permukaan tanah dan kotiledon melakukan fotosintesis selama daun belum terbentuk.Contoh: perkecambahan kacang hijau. Tipe perkecambahan di bawah tanah (hipogeal), Epikotil memanjang sehingga plumula keluar menembus kulit biji dan muncul di atas permukaan tanah, sedangkan kotiledon tertinggal dalam tanah. Contoh: perkecambahan kacang kapri (Yunita, 2011).
Menurut Yunita (2011), faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan diantaranya adalah faktor genetik, setiap jenis tumbuhan membawa gen untuk sifat-sifat tertentu, seperti berbatang tinggi atau berbatang rendah. Tumbuhan yang mengandung gen yang baik dan didukung lingkungan yang sesuai akan memperlihatkan pertumbuhan yang baik pula. Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan, yaitu hormon. Hormon tumbuhan ditemukan oleh F. W. Went pada tahun 1928. Hormon berasal dari bahasa Yunani hormalin yang berarti penggiat. Hormon tumbuhan disebut fitohormon. Fitohormon tersebut, yaitu: Auksin atau AIA (Asam Indol Asetat), gibberellin, sitokinin, gas Etilen, asam absisat (ABA), kalin, asam traumalin. Faktor Eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan adalah faktor lingkungan, misalnya nutrisi, air, cahaya, suhu, dan kelembapan.



METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini akan di laksanakan di Desa Pasar Senin, Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, pada bulan April 2012 sampai bulan Juni 2012.
Bahan dan Alat
Bahan
Benih oyong. Benih yang digunakan adalah Varietas Hanoman F1
Media tanam. Tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah lahan  rawa lebak yang terdapat di Desa Pasar Senin, Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Pupuk. Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk organik granul cap kuda laut.
Turus/ajir. Digunakan untuk media rambatan tanaman, dipakai dari kayu lurus.
Air. Digunakan untuk menyiram tanaman.
Alat
Alat Pengolah Tanah.  Alat yang digunakan untuk mengolah tanah adalah cangkul, sekop dan parang.
   Meteran, Digunakan untuk mengukur tinggi tanaman oyong.
Timbangan. Digunakan untuk menimbang pupuk dan mengukur bobot basah  buah oyong setelah pemanenan.
Jangka Sorong. Digunakan untuk mengukur diameter batang oyong.
   Gembor. Digunakan untuk menyiram tanaman.
Alat tulis. Digunakan untuk mencatat secara tertulis kondisi yang ditunjukkan oleh tanaman, termasuk untuk mencatat hasil-hasil dari variabel pengamatan dalam penelitian.
   Tali rapia. Digunakan untuk mengikat ujung turus/ajir.
Gunting. Digunakan untuk memotong tali rapia dan memotong buah oyong saat panen.
Alat dokumentasi. Digunakan untuk dokumentasi kegiatan penelitian.
Rancangan Percobaan
            Penelitian ini disusun dan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Pengelompokan dilakukan berdasarkan distribusi sinar matahari. Faktor yang diteliti adalah dosis pupuk organik granul sebanyak 5 taraf, yaitu :
g0 =  0 ton/haˉ¹ setara dengan 0 ton = 0 kg/petak
g1 = 10 ton/haˉ¹ setara dengan 0,001 ton = 1 kg/petak
g2 = 20 ton/haˉ¹ setara dengan 0,002 ton = 2 kg/petak
g3 = 30 ton/haˉ¹ setara dengan 0,003 ton = 3 kg/petak
g4 = 40 ton/haˉ¹ setara dengan 0,004 ton = 4 kg/petak
            Perlakuan dosis pupuk organik granul ini diulang sebanyak 5 kali ulangan. Dengan demikian untuk keseluruhan percobaan sebanyak 25 petak percobaan dimana dalam satu petak terdiri dari 4 tanaman sampel.

Tabel 1. Kombinasi perlakuan pemberian pupuk organik granul.
Perlakuan
Ulangan
Kelompok
I
Kelompok
II
Kelompok III
Kelompok IV
Kelompok V
g0
g1
g2
g3
g4
g0. I
g1. I
g2. I
g3. I
g4. I
g0. II
g1. II
g2. II
g3. II
g4. II
g0. III
g1. III
g2. III
g3. III
g4. III
g0. IV
g1. IV
g2. IV
g3. IV
g4. IV
g0. V
g1. V
g2. V
g3. V
g4. V


Pelaksanaan Penelitian
Persiapan
Sebelum memulai penanaman terlebih dahulu dilakukan persiapan bahan dan alat-alat yang digunakan selama penelitian berlangsung, juga dilakukan pengukuran luas lahan dan penyesuaian tata letak bedengan terhadap arah penyinaran.
Pelaksanaan
Pengolahan tanah. Tanah dibersihkan dari  gulma ataupun tumbuhan yang mengganggu,  kemudian diolah dengan menggunakan cangkul serta peralatan lain yang dibutuhkan untuk membuat bedengan. Ukuran bedengan adalah panjang 1 m dan lebar 1 m dengan jarak antar petakan 50 cm dan 100 cm antar kelompok. Dalam penelitian ini terdiri dari 25 petak dan masing-masing petak terdiri dari 4 lubang tanam.
Pemupukan. Pemupukan bertujuan untuk meningkatkan kesuburan tanah dengan memberikan pupuk yang dijadikan perlakuan pada penelitian ini. Pupuk organik granul secara aplikasinya termasuk dalam jenis pupuk akar, artinya pemberian pupuk umumnya dibenamkan ke dalam tanah dekat dengan akar tanaman agar setelah  pupuk mengurai  menjadi ion-ion yang dibutuhkan tanaman proses absorsi akan berlangsung lebih baik, sebelum tanaman dapat menyerap hara dari pupuk organik, pupuk harus terlebih dahulu terdekomposisi sempurna sehingga ion-ion yang dibutuhkan sudah dalam bentuk tersedia. Pupuk diberikan 30 hari sebelum penanaman dilakukan, dengan mencampur rata pupuk di tiap bedengan sesuai dengan dosis perlakukan yang telah ditentukan.
Persiapan benih. Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih oyong varietas Hanoman F1.
Penanaman. Tanaman oyong tidak memerlukan persemaian karena termasuk tanaman yang sukar dipindahkan, sehingga benih oyong sebaiknya ditanam langsung pada bedengan yang sudah disiapkan sebelumnya dengan cara menanam benih oyong pada lubang tanam (lubang tugalan). Lubang tugalan atau lubang tanam dapat diisi 2 butir benih setelah itu lubang tanah ditutup dengan tanah.
Pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan meliputi penjarangan, penyulaman, pemasangan turus/ajir, penyiraman dan pengendalian terhadap gulma, hama dan penyakit. Penjarangan dilakukan 5 hari setelah tanam, penyulaman dilakukan pada benih tanaman yang tidak tumbuh atau terhadap bibit yang mati dengan cara mencabut tanaman yang mati untuk diganti dengan benih yang baru dari varietas yang sama dalam kurun waktu 7 hari setelah tanam. Perambatan batangnya harus selalu diatur agar batang tersebut tetap berada menjalar diatas rambatan/ajir dan buahnya menggantung tidak terkena tanah. Buah yang terkena tanah akan menjadi busuk.  Turus/ ajir ini dibuat dari kayu lurus dengan ukuran panjang  2 m. Turus tersebut ditancapkan didekat tanaman namun jangan sampai mengenai atau merusak perakaran tanaman. Pelaksanaan pemasangan turus ini dapat dilakukan bersamaan dengan pembumbunan yang  pertama yaitu pada tanaman berumur 10 hari setelah tanam. Penyiangan gulma dilakukan dengan parang kecil dengan hati-hati agar tidak merusak tanaman oyong dan perakarannya, bisa juga mencabut rumput-rumput secara manual dengan tangan. Penyiraman dilakukan 2 kali yaitu pada pagi dan sore hari apabila tidak terjadi hujan dengan menggunakan alat penyiram/gembor.
Panen
Panen pertama dapat dilakukan setelah tanaman berumur 6-8 minggu. Panen  ini diulang setiap minggu sekali sebanyak 3 kali panen. Pada saat proses pemanenan, alat yang digunakan adalah gunting yang tajam dan bersih. Sebelum melakukan pemanenan, kita harus mengetahui syarat-syarat yang harus dipenuhi sebuah tanaman oyong untuk bisa dipanen, diantaranya ukuran buah oyong tidak terlalu besar ataupun terlalu kecil dan buah masih berwarna hijau segar, belum berserat, dan buah mudah untuk dipatahkan. 
Pemanenan dilakukan dengan memotong  batang buah oyong menggunakan pisau yang tajam agar buah tidak patah. Pemotongan batang buah oyong harus hati-hati, karena buah oyong mudah patah.

Pengamatan
Panjang tanaman. Diukur  mulai dari pangkal sampai dengan ujung tertinggi tanaman, pada saat tanaman berumur 2, 3 dan 4 minggu, satuan pengukuran dinyatakan dalam cm.
Diameter batang. Dilakukan pada 2, 3, 4 minggu setelah tanam, diukur 5 cm dari pangkal batang menggunakan jangka sorong, dalam satuan cm.
Waktu berbunga. Dihitung saat pertama kali tanaman berbunga dari hari setelah tanam.
Jumlah buah pertanaman. Jumlah buah dapat diketahui dengan menghitung banyaknya buah pertanaman,dalam satuan buah.
Bobot basah buah pertanaman. Bobot basah buah tanaman dapat diketahui dengan menimbang berat buah oyong setelah dipanen, satuan berat dinyatakan dalam gram (g).
Analisis Data
Model linear aditif yang digunakan untuk menganalisa faktor yang diamati adalah
Yij = μ + αi + βj + ∑ij
Dimana :
i           =   1, 2, 3, 4 dan 5 (perlakuan pupuk organik granul)
j           =   1, 2, 3, 4 dan 5 (kelompok)
Yij       =   Hasil pengamatan satuan percobaan yang menerima perlakuan pupuk
                  organik granul ke-i dan kelompok ke-j.
μ          =   Nilai tengah umum
αi         =   Pengaruh dosis pupuk organik granul ke-i
βj         =   Pengaruh kelompok ke-j
∑ij       =   Tambahan galat pada perlakuan pupuk organik granul ke-ij
Tabel  2. Analisis ragam setiap peubah yang diamati
Sumber Keragaman
Db
(JK)
(KT)
F-hit
F tabel
5%
1%
Kelompok
4
JKK
JKK/dbK
KTK/KTE
3,01
4,77
Perlakuan
4
JKP
JKP/dbP
KTP/KTE
3,01
4,77
Galat
16
JKE
JKE/dbE



Total
24
JKT





Setelah data terkumpul, maka terlebih dahulu dilakukan uji kehomogenan ragam Bartlett. Apabila data homogen untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan pemberian pupuk organik granul terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman oyong, maka dilakukan uji – F pada taraf nyata 5 %  dan 1 %. Apabila uji – F menunjukkan pengaruh nyata atau sangat nyata, pengujian dilanjutkan dengan Uji Beda Nilai Tengah perlakuan dengan menggunakan Uji DMRT pada taraf nyata 5 % (Langai, 2003).


DAFTAR PUSTAKA
(silahkan lihat postingan berikutnya, klik dan buka di pojok kanan atas tampilan blog ini (2013) "laporan hasil" respon pertumbuhan dan hasil tanaman oyong (Luffa acutangula) terhadap pemberian pupuk organik granul pada lahan rawa lebak), semoga bermanfaat.

10 komentar:

Anonim mengatakan...

asslam....

proposal anda bisa menjadi sebuah acuan buat saa.
karena saya juga bertanam oyong..terimakasih

M. Raihan mengatakan...

wa'alaikum slam...
terima kasih telah berkomentar di blog yang sederhana ini...

Anonim mengatakan...

mas dishare donk daftar pustakanya sekalian, terima kasih, sangat membantu penyusunan skripsi saya

M. Raihan mengatakan...

Udah baca laporannya belum?, ada di arsip berikutnya..

Akhmad mengatakan...

Bro, kawa minta file docnya lah.. u handak skripsi jua STIPER Amuntai

M. Raihan mengatakan...

Bisa..

Unknown mengatakan...

bisa minta pustakanya gak sob?? pejunag skripsi juga nih

M. Raihan mengatakan...

bisa, hub lwt no tlpn tertera...

M. Raihan mengatakan...

0852-5177-5177

Anonim mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.